Kepala Subbag Kerja sama dan Jasa Pusat Penelitian Biologi LIPI, Dr Teguh Triono, mengatakan, "Permohonan izin itu disampaikan kepada sekretariat Tim Koordinasi Pemberian Izin Peneliti Asing (TKPIPA) di Kementerian Riset dan Teknologi, dimana LIPI juga menjadi anggotanya."
"Semenjak 2008-2009, pemberian izin bagi peneliti asing yang semula ada di LIPI dipindahkan ke Kementerian Riset dan Teknologi. Data jumlah pemohon itu juga didapat dari mereka, bukan dari kami," kata Teguh Triono.
Dengan menyatakan hal itu, Triono sekaligus meluruskan hal beberapa hari sebelumnya, yang sebelumnya mengesankan LIPI memberi ijin bagi 600 peneliti asing yang ingin melakukan riset di Indonesia.
Menurut data Kementerian Riset dan Teknologi, kebangsaan asal para peneliti asing pemohon ijin ataupun yang diberi ijin melakukan riset itu sangat beraneka. Di antaranya Amerika Serikat, Jepang, Prancis, Inggris, Jerman, Belanda, Australia, Italia dan Kanada.
Jumlah peneliti terbanyak berasal dari Amerika Serikat sebesar 28 persen, disusul Jepang (20 persen), Prancis (16 persen), Inggris (11 persen), dan Jerman (delapan persen).
"Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang menjadi daya tarik peneliti untuk melakukan penelitian. Kebanyakan mereka berminta melakukan penelitian di bidang hayati, mulai dari flora, fauna, dan lain-lain," kata Triono.
Menurut dia, pengetatan ijin penelitian bagi peneliti mancanegara terkait ratifikasi Protokol Nagoya yang memberikan perlindungan kepada Indonesia dalam rangka perlindungan bagi Sumberdaya Genetika yang ada.
Sebelum ada Protokol Nagoya, pengeluaran izin peneliti asing juga melalui seleksi sangat ketat. Dalam dimensi perlindungan dan kontribusi bagi Indonesia dalam penelitian yang dilakukan, terdapat ruang tentang itu di dalam pasal-pasal Protokol Nagoya.
"Protokol Nagoya memberikan manfaat bagi Indonesia oleh karena itu kita sedang mengupayakan bagaimana pelaksanaan Protokol Nagoya dapat terlaksana optimal," kata Triono. (T004)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011