Jerusalem (ANTARA News) - Bakal PM Palestina mengatakan Hamas "siap mengakui" Israel jika negara itu memberikan rakyat Palestina hak penuh mereka dan sebuah negara di daerah-daerah yang diduduki sejak tahun 1967, termasuk Tepi Barat dan Jerusalem Timur. Hamas memilih Ismail Haniyeh, warga Gaza yang berusia 43 tahun yang dianggap oleh banyak warga Palestina sebagai seorang pragmatis, sebagai perdana menteri baru setelah meraih kemenangan dalam pemilu 25 Januari. Kelompok itu akan menyelesaikan pembentukan sebuah pemerintah Palestina dalam dua pekan. "Jika Israel mengumumkan bahwa negara itu akan memberikan rakyat Palestina sebuah negara dan menyerahkan kembali semua hak mereka, maka kami siap mengakui mereka," kata Haniyeh kepada suratkabar Washington Post dalam satu wawancara yang disiarkan di situsnya, Sabtu. Haniyeh juga mengatakan Hamas, yang piagamnya menyerukan penghancuran Israel, siap mempertimbangkan perundingan dengan Israel jika negara Yahudi itu mundur dari Jerusalem Timur dan Tepi Barat dan mengakui "hak untuk pulang" bagi para pengungsi Palestina yang melarikan diri dalam perang tahun 1948 dan keturunan mereka. David Makovsky, direktur Proyek Proses Perdamaian Timur Tengah di Institut Kebijakan Timur Tengah Washington, mengatakan :"Wawancara ini penuh dengan kontradiksi, termasuk memasukan anggur lama dalam botol-botol baru." "Ia mengisyaratkan bahwa mereka mungkin menganggap layak jika Israel melakukan sesuatu dan mereka tidak berbuat apapun, sementara dalam bahasa Arab mereka mengatakan mereka tidak akan mengakui walaupun satu inci Tel Aviv," kata Makovsky kepada Reuters dalam wawancara telepon. Seorang wakil di Departemen Luar Negeri AS tidak segera kembali menelepon untuk meminta reaksi resmi AS atas pernyataan Haniyeh itu. Hamas menolak berunding dengan negara Yahudi itu karena membuang waktu saja, tapi belakangan ini mengatakan pihaknya menghormati beberapa aspek perjanjian perdamian sementara tahun 1990-an yang ditentangnya di masa lalu. "Biarkan Israel mengatakan negara itu akan mengakui sebuah negara Palestina di perbatasan tahun 1967, pembebasan para tahanan dan pengakuan hak pengungsi Palestina untuk pulang ke Israel. Hamas akan memiliki satu suikap jika hal ini terlaksana," kata Haniyeh. Israel mundur dari Jalur Gaza September tahun lalu setelah 38 tahun mendudukinya tapi berikrar akan mempertahankan Jerusalem Timur dan permukiman-permukiman besar Tepi Barat dan tidak pernah mengizinkan jutaan warga Palestina di luar negeri untuk memasuki Israel. Israel menduduki Tepi Barat dan Jerusalem Timur dalam Perang Timur Tengah tahun 1967. Usaha perdamaian Aksi perlawanan rakyat Palestina dimulai tahun 2000 setelah perundingan antara Palestina dan Israel macet. Di antara masalah-masalah yang menyebabkan gagalnya perundingan itu adalah pengungsi Palestina. "Jika Israel mundur pada perbatasan tahun 1967, maka kami akan mewujudkan satu perdamaian secara bertahap," kata Haniyeh . "Kami akan menciptakan situasi yang stabil dan tenang, yang akan membawa rasa aman bagi rakyat kami." Kemenangan Hamas dalam pemilihan parlemen itu atas faksi Fatah pimpinan Presiden Mahmud Abbas membuka jalan bagi kelompok itu untuk membentuk satu kabinet baru dan memutuskan harapan untuk menghidupkan kembali usaha perdamaian. Menjawab pertanyaan apakah Hamas akan mematuhi perjanjian-perjanjian sementara yang ditandatangani Israel dan Palestina , Haniyeh mengatakan: "Kami akan meninjau kembali semua perjanjian dan mematuhi kesepakatan yang memperhatikan kepentingan rakyat Palestina." "Perjanjian yang akan menjamin pembentukan sebuah negara Palestina dengan Jerusalem sebagai ibukotanya dengan perbatasan tahun 1967." "Kami tidak memiliki perasaan dendam pada kaum Yahudi. Kami tidak ingin membuang mereka ke laut. Kami hanya berusaha agar seluruh tanah kami diserahkan kembali, tidak ingin menyakiti siapapun," tambahnya. Hamas telah melakukan hampir 60 serangan bom bunuh diri di Israel sejak akasi perlawanan itu dimulai, tapi sebagian besar mentaati gencatan senjata yang diberlakukan setahun lalu. Abbas dalam sebuah wawancara dengan televisi Inggris ITV1 yang disiarkan Minggu mengatakan ia akan mengundurkan diri jika tidak lagi dalam posisi untuk meneruskan agenda perdamaian apabila pemerintah baru Hams tebentuk. Ia tidak mengatakan secara langsung ia akan mundur jika Hamas tetap menolak mengakui hak Israel untuk hidup dan menghentikan aksi kekerasan. (*)

Copyright © ANTARA 2006