Serpong (ANTARA News) - Kementerian Riset dan Teknologi sedang mengupayakan skema peningkatan insentif bagi peneliti dan perekayasa untuk membangun iklim yang menunjang peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa.
"Kami sangat concern dengan insentif riset, karena riset memegang peranan penting dalam percepatan kemajuan ekonomi bangsa," kata Menristek Gusti Muhammad Hatta yang sambutannya dibacakan oleh Sekretaris Menristek Mulyanto pada seminar Hasil Akhir: Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa (PKPP) di Puspiptek, Serpong, Selasa.
Tahun 2011, lanjut dia, setidaknya ada empat jenis insentif bagi peneliti dan perekayasa, diantaranya adalah insentif kompetitif, insentif riset strategis, insentif hak atas kekayaan intelektual dan insentif peningkatan kemampuan peneliti dan perekayasa (PKPP).
"Kami sedang mengkaji berbagai kemungkinan untuk lebih meningkatkan kualitas insentif ristek diantaranya dengan menggabungkan insentif kompetitif, insentif strategis dan insentif Haki menjadi satu format insentif saja," katanya.
Sedangkan insentif PKPP, secara garis besar formatnya tidak berubah, hanya ada sedikit penyesuaian untuk lebih meningkatkan kualitas hasil penelitiannya, ujarnya.
Sementara itu Deputi Kelembagaan Iptek Kementerian Ristek Prof Dr. Benyamin Lakitan mengakui, para peneliti dan perekayasa belum sejahtera seperti idealnya, karena jika sudah merasa sejahtera mereka tidak akan meminta tunjangan dan insentif mereka dinaikkan.
"Di Indonesia dana untuk riset baru 0,08 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), sementara di negara maju anggaran riset sekitar tiga persen dari PDB," katanya.
Namun sebenarnya tidak adil juga jika semua dana riset harus ditalangi pemerintah, karena di Jepang, meski dana riset mendekati tiga persen PDB tetapi anggaran pemerintah hanya 0,8 persennya, sisanya dana riset swasta, urainya.
"Sayangnya swasta di Indonesia itu kebanyakan hanya cabang dari perusahaan multinasional yang risetnya dilakukan di pusatnya di negara maju, tidak di sini," katanya.
Insentif penelitian dari Kemristek untuk jabatan fungsional peneliti dan perekayasa (termasuk untuk akademisi) pada 2011, urainya, total hanya Rp325 miliar yang jumlahnya Rp50 juta per peneliti atau perekayasa.
Sementara itu Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur Nelson Sembiring mengatakan, angka Rp50 juta per penelitian sangat kurang, karena angka itu masih dipotong banyak hal seperti operasional, lobi, honor, hingga pajak.
"Idealnya Rp150 juta jika berharap suatu penelitian bisa berkualitas," katanya.
Sementara seorang peneliti dari Puslit Ilmu Sosial dan Kemanusiaan LIPI yang hadir namun tak mau disebut namanya mengatakan, insentif penelitian seharusnya diperbanyak dan diperbesar angkanya sesuai dengan kualitas hasil penelitian.
"Selain insentif, peneliti seharusnya juga diberi tunjangan yang lebih layak sehingga jumlah `take home pay`-nya mampu menunjang kehidupannya secara memadai," katanya sambil menambahkan bahwa standar hidup layak di Jakarta sekarang ini mendekati Rp10 juta.
Seminar tersebut dihadiri perwakilan dari 25 lembaga penerima insentif PKPP seperti dari LIPI, BPPT, LAPAN, Bakosurtanal, BSN, BMKG, hingga berbagai badan litbang kementerian seperti Kemdagri, Kemdikbud, Kemenag dan lain-lain.
(D009/B012)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011