Jakarta (ANTARA) - Ketua DPR RI Puan Maharani mendesak penculik belasan anak di wilayah Jakarta dan Bogor yang disertai dengan kekerasan seksual turut dijerat dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPSK) .

“Pelaku harus dihukum seberat-beratnya. Saya kira tidak cukup hanya dengan menggunakan pasal pidana penculikan. Tetap harus dijerat dengan UU TPKS yang sudah resmi diundangkan agar korban dan keluarganya mendapatkan keadilan,” kata Puan dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Ia meminta penegak hukum turut menjerat pelaku dengan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) karena berdasarkan pemeriksaan ada korban yang mengalami pencabulan.

Baca juga: Kalapas: Penculik 12 anak tidak pernah jalani pidana di Gunung Sindur

Menurut Puan UU TPKS yang disahkan DPR RI pada 12 April 2022 dirancang secara progresif untuk melindungi korban kekerasan seksual, salah satunya dengan hukuman yang jauh lebih berat terhadap pelaku dari hukuman yang selama ini hanya diatur dalam KUHP.

“Kasus ini harus menjadi contoh implementasi penegakan hukum oleh aparat yang berwenang di lapangan,” ucapnya.

Dengan hukuman yang berat, menurut Puan, diharapkan akan menimbulkan efek jera baik untuk pelaku maupun pihak-pihak yang mencoba melakukan perbuatan serupa.

Baca juga: Polisi: Penculik 10 anak di Jabotabek mengaku mantan napi teroris

“Ini persoalan yang sangat serius buat saya. Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa harus mendapat jaminan perlindungan dari segala bentuk kekerasan seksual,” kata Puan.

Puan menilai pelaku telah melanggar banyak aturan, termasuk terkait perlindungan anak. Menurutnya penting sekali menjerat pelaku dengan UU TPKS dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

“Sebagai ibu dua anak, hati saya seperti tersayat mendengar anak-anak diculik dan terpisah dari orang tuanya sampai berhari-hari, apalagi mendapat kabar anak-anak dilecehkan secara seksual,” ucap Puan.

Baca juga: Polisi tembak kaki penculik anak di Palembang

Mantan Menko PMK tersebut berharap kepolisian bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan pemangku kebijakan lainnya untuk pemulihan korban. Puan mengatakan "trauma healing" untuk korban harus dilakukan sebaik-baiknya.

“Pastikan agar peristiwa ini tidak meninggalkan trauma yang memengaruhi masa depan anak. Menjadi tugas kita bersama agar anak korban penculikan dan pencabulan ini tidak mengalami dampak psikologis berkepanjangan,” ujarnya.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022