Jakarta (ANTARA) - Pakar arsitektur Mohammad Cahyo Novianto mengatakan Indonesia telah memiliki pengetahuan tradisional terkait bangunan tanggap gempa dan menjadi tugas generasi kini untuk memanfaatkan dan memperbarui pengetahuan itu untuk menjawab tantangan zaman.
Berbicara dalam diskusi virtual membahas kearifan lokal untuk pengurangan risiko bencana di Jakarta, Jumat, Cahyo mengatakan bahwa beberapa daerah di Indonesia sudah memiliki pengetahuan yang tanggap gempa, termasuk rumah tradisional berbahan kayu di Sulawesi Tengah, yang bertahan setelah gempa pada 2018.
Anggota Ikatan Arsitek Indonesia itu mengatakan teknik sambungan dalam pembangunan rumah tradisional di wilayah itu juga telah diterapkan juga di Jepang, yang wilayahnya juga rawan gempa, dengan teknik yang sudah mengadaptasi teknologi modern.
"Kita itu spektrum yang hilang adalah datanya berlimpah, arsitektur kayunya berlimpah, tapi dokumentasinya kurang, risetnya kurang, apalagi penerapannya," kata Cahyo pada diskusi yang diadakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)dalam rangkaian jelang Forum Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR).
Dia mengatakan bahwa hal itu menjadi pekerjaan rumah bersama untuk memastikan kearifan lokal menghadapi potensi gempa itu dapat terimplementasi.
Menurutnya, arsitektur kayu di Indonesia sejak lampau sudah dibangun dengan pengetahuan untuk merespons potensi gempa.
"Sekarang tugas generasi kini adalah bagaimana mengkinikan pengetahuan yang lampau itu menjawab tantangan zaman," ujarnya.
Secara khusus dia juga menyoroti pentingnya dokumentasi, mengingat banyak tradisi terkait bangunan tradisional yang dapat menghadapi gempa diturunkan melalui tutur dan tidak memiliki catatan tertulis.
Tanpa adanya dokumentasi, katanya, terdapat ancaman menghilangnya pengetahuan tradisional yang seharusnya dapat menjadi bekal untuk pengetahuan di masa depan.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022