... Sudah waktunya hubungan antarwarga (people to people) dikembangkan, dan pengembangannya tidak dari atas (top down) melainkan dari bawah (bottom up)...

Jakarta (ANTARA News) - Kuala Lumpur dijadikan pusat niaga (down town). Untuk pusat pemerintahannya, sengaja dibuat kota baru yang bernama Pusat Pentadbiran Kerajaan Persekutuan Putrajaya. Gedung-gedung untuk departemen-departemen dibangun di Putrajaya dengan pusatnya kantor Perdana Menteri. Di sana ada dua masjid yang cantik. Ada danau buatan yang luas. Ada sepotong jalan lebar yang jika terpaksa bisa dipakai untuk pendaratan pesawat.

Pada periode Soekarno, kekuatan pertahanan Indonesia luar biasa, bahkan menjadi yang terkuat di Asia Tenggara. Soekarno bisa mendapatkan manfaat dari Amerika Serikat dan Uni Sovyet. Misalnya bisa dilakukan pertukaran politik atas penangkapan seorang pilot bayaran dari Amerika Serikat, Allan Pope, yang pesawatnya ditembak jatuh di Ambon karena membantu Permesta. Soekarno juga minta dibangunkan jalan-pintas antara Cawang dan Priok di Jakarta. Itulah Jalan By Pass.

Dari hubungan dengan Uni Sovyet, Indonesia bisa mendapatkan paket pesawat-pesawat tempur MiG-19 dan MiG-21 serta kendaraan (terkenal mobil seperti jip yang dinamai Gaz) dan senjata. Pada masa sekarang kita tidak bisa memainkan peran seperti itu lagi. Suku cadang pesawat tempur yang dibeli dari Amerika Serikat bahkan diembargo (tidak boleh dikirim ke Indonesia) oleh Amerika Serikat. Peran pertahanan yang kuat kini dimiliki Singapura dan Malaysia.

Terus terang, Indonesia rentan diintervensi kekuasaan asing. Ada pimpinan kita yang malah menyatakan bahwa Amerika Serikat adalah tanah airnya yang kedua. Jangan heran jika kita selalu berada di bawah ketiak asing: tidak berdaya dan tidak berusaha berdaya.

Kesan umum, Malaysia rapi, Indonesia amburadul. Mungkin karena Malaysia kecil, mudah mengaturnya. Indonesia luas, penduduknya banyak, sulit mengaturnya. Tapi Tiongkok, negeri terbesar di dunia dengan penduduk satu milyar bisa diatur. Mungkin penjajah Inggris lebih rapi, penjajah Belanda adalah perompak alias lanun. Inggris memperhatikan kerapian, kedisiplinan, sementara perompak Belanda dan perusahaan Belanda (VOC) hanya mengeruk kekayaan. Politik etis Belanda belakangan datang menjelang kepenjajahannya habis. Pendidikan diberikan dengan resmi sebagai politik balas budi.

Manajemen pemerintahan kita kurang mendapat perhatian yang lebih. Perencanaan di berbagai bidang kurang matang. Pendidikan terabaikan puluhan tahun. Perkotaan dan pedesaan tidak ditata dengan baik, hingga antara lain Jakarta menjadi kampung yang terus membengkak, banjir, dan lalulintasnya semrawut. Perkebunan, kehutanan, pertambangan boleh "dikeruk" oleh siapa saja. Penggunaan anggaran sepertinya tidak diawasi dengan ketat. Proses hukum sepertinya dimain-mainkan.

Siapakah Bumiputera?

Sementara itu Bumiputera Malaysia adalah orang Melayu yang semuanya Muslim, namun fakta yang mengejutkan, sedikitnya ada empat suku besar di Indonesia yang menjadi raja di negara-negara bagian Malaysia. Mereka adalah Aceh, Melayu, Minangkabau, dan Bugis-Makassar. Belum lagi yang keturunan Jawa, Madura, dan lain-lain. Perdana Menteri Najib Tun Razak adalah keturunan Bugis-Makassar, tentu ayahnya juga, Perdana Menteri Tun Razak.

Sebagian besar penduduk Malaysia yang 28 juta adalah kalangan Bumiputera Melayu itu. Sebagian besar dari mereka bermoyangkan suku-suku di Indonesia. Siapa bilang mereka tidak serumpun dan serantau? Sebagian besar penduduk Indonesia adalah juga Islam. Kekuatan ini menjadi luar biasa di Asia Tenggara, lebih-lebih bila ditambah dengan kalangan seagama di Singapura, Thailand Selatan, Brunai, dan Filipina Selatan. Mereka kurang lebih 350 juta jiwa yang menggunakan bahasa Melayu.

Konon, Hatta pernah menemui tokoh-tokoh di Malaya/Malaka sebelum mereka merdeka, membicarakan kemungkinan persatuan negeri-negeri. Hasilnya, tidak terjadi persatuan tapi rinciannya belum diperoleh penulis. Jika itu dulu terjadi, luar biasa kekuatannya.

Traktat London II (1824) menghasilkan: Singapura jadi pangkalan baru Inggris di Timur Jauh. Daerah mereka di Sumatera, yaitu Bangka, Belitung, dan Bengkulu oleh Inggris diserahkan kepada Belanda sebagai ganti Malaka dan pantai timur India yang diberikan kepada Inggris.

Malaysia berhasil menempatkan tatanan Islam diutamakan, antara lain karena mayoritas penduduknya adalah mayoritas Muslim. Fasilitas-fasilitas diberikan kepada mereka yang sebelumnya terpuruk di kampung-kampung. Di kompleks Putrajaya tidak ada lambang-lambang agama selain Islam. Indonesia tidak mungkin melakukan itu meski jumlah persentase muslimnya lebih tinggi ketimbang Muslim Malaysia. Piagam Jakarta saja tidak dapat masuk ke dalam konstitusi.


Bagaimana ke Depan?

Tidak terjadi silang kata apalagi konflik antara dua pemerintahan dan antarpejabat negara, sejak Soekarno jatuh. Sebetulnya, Soekarno tidak memusuhi rakyat Malaysia, yang tidak disukainya adalah dukungan pemerintah luar Malaysia. Sebagian masyarakat kecil masih menganggap ada masalah, terutama di Indonesia. Misalnya dipersoalkan reog Ponorogo dan batik. Apa salahnya warga Ponorogo yang di Malaysia mengembangkan kesenian Reog? Masyarakat Tionghoa tidak mempermasalahkan pemasukan barongsai yang dikembangkan kalangan Tionghoa di Indonesia. Batik di Malaysia bukanlah motif batik Jawa yang antik itu, melainkan teknologi batiknya yang agak sama dengan di Indonesia, tapi motif batiknya modern. Teknologi batik hampir sama di banyak tempat.

Senator Mohamad Ezam Mohd Nor mengatakan, jembatan kerja sama antara rakyat Malaysia dan Indonesia akan dikukuhkan sebagai tindak lanjut pertemuan serantau ini. Setidaknya, berbagai organisasi massa (mereka pakai istilah NGO) akan dihubungkan satu sama lain, terutama dalam berbagai aktivitasnya. Antara lain akan diterbitkan buku sejarah serantau yang akan menjadi rujukan kepada kedua negara.

Sudah waktunya hubungan antarwarga (people to people) dikembangkan, dan pengembangannya tidak dari atas (top down) melainkan dari bawah (bottom up). Carilah persamaan-persamaan untuk penyatuan. Perbedaan-perbedaan jangan dipertajam untuk pemisahan! (tamat)
(*) Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi MUI.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011