Biasanya Amerika Serikat akan memveto.Yogyakarta (ANTARA) - Pakar politik Timur Tengah UGM Siti Mutiah Setiawati meragukan kasus penembakan jurnalis Al Jazeera di wilayah pendudukan Tepi Barat bakal berakhir dengan sanksi dari PBB terhadap pihak pelanggar hukum internasional tersebut.
"Biasanya hukum internasional diselesaikan secara politis, diplomatis, karena banyak kepentingan antarnegara jadi bukan konsep hukum yang dipakai, melainkan konsep politik," kata Mutiah saat dihubungi di Yogyakarta, Kamis.
Mutiah menyadari bahwa penembakan terhadap pers tersebut perlu diusut sehingga kejahatan perang serupa tidak berulang.
Dalam peperangan, kata doa, hukum humaniter internasional secara tegas menyebutkan bahwa pers, masyarakat sipil, rumah sakit, ambulans, termasuk orang yang sudah mengibarkan bendera putih tidak boleh menjadi sasaran.
Kendati demikian, menurut dia, apabila investigasi kasus penembakan terhadap jurnalis Al Jazeera asal Palestina Shireen Abu Akleh tersebut mendapatkan hasil kemudian diketahui pihak yang bersalah, persoalannya adalah siapa yang akan memberikan sanksi.
"Soal siapa yang memberikan sanksi, dalam konteks hukum internasional itu masih dalam polemik. Hukumnya ada tetapi siapa yang menghukum," kata dia.
Berikutnya, jika kasus itu diajukan ke Dewan Keamanan PBB, menurut dia, akan menemukan kendala lain jika yang bersalah adalah Israel yang memiliki kedekatan dengan Amerika Serikat sebagai salah satu pemegang hak veto.
"Biasanya Amerika Serikat (AS) akan memveto," kata dia.
Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag, Belanda, kata Mutiah, memungkinkan menjadi muara untuk mengadili kasus itu. Meski demikian, harus ada negara yang berani pasang badan untuk mengajukan.
"Namun, siapa yang mengajukan? Harus ada negara yang mengajukan," katanya.
Jurnalis perempuan Al Jazeera itu dikabarkan tewas oleh tembakan tentara Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat pada hari Rabu (11/5).
Seorang pejabat Palestina kepada Reuters mengatakan bahwa Shireen Abu Akleh telah "dibunuh" oleh pasukan Israel saat tengah meliput penggerebekan di kawasan Jenin di wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada hari Kamis mengatakan bahwa otoritas Israel "bertanggung jawab penuh" atas kematian wartawati veteran itu.
"Kami tidak sudi melakukan investigasi gabungan dengan otoritas pendudukan Israel sebab mereka melakukan kejahatan. Kami tidak percaya kepada mereka," kata Abbas saat upacara resmi untuk mengenang Abu Akleh di Ramallah.
Baca juga: Indonesia kecam keras penembakan jurnalis Al Jazeera di Palestina
Baca juga: Sukamta: Pembunuhan jurnalis Al Jazeera langgar hukum internasional
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022