Nomo, tanpa ditemani anggota Koes Bersaudara, tampil di hadapan ratusan penonton di Boyolali dengan diiringi grup band lokal langsung melantunkan lagu-lagu di masa 1960-an hingga 1970-an.
Nomo mengawali dengan lagu berjudul "Rindu", kemudian "Merapi" yang menggambarkan akibat bencana gunung di perbatasan antara Jawa Tengah dan daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu.
Ayah dari Chicha dan Helen Koeswoyo, keduanya pernah menjadi penyanyi cilik era 1970-an, itu juga membawakan lagu "Kahanan", "Bunga-bungan Biru", "Hanya Senyum untuk Bangsaku", dan lagu terakhir yang legendaris "Kembali". Ia juha mengajak para penonton ikut bernyanyi mengenang pada masanya.
Menurut dia, lagu "Kembali" tersebut diciptakan Tonny Koeswoyo (kini almarhum) dan dinyanyikan saat Nomo kembali bergabung ke saudara-saudaranya dalam kelompok musik Koes Bersaudara, selepas mendirikan No Koes. Koes Bersaudara didirikan pada 1960, diperkuat selaian dirinya, juga Tonny Koeswoyo, Yon Koeswoyo, dan Yok Koeswoyo.
Nomo Koeswoyo rencananya juga tampil di empat kota di Jateng, yakni Solo, Wonogiri, Kudus, dan Sragen bersama pemusik senior lainnya, seperti Muri yang drumer Koes Plus, Mus Mujiono, dan Koes Plus Junior.
Penyanyi dan gitaris andal musik jazz Mus Mujiono, yang tampil di hadapan penonton di Boyolali, juga membawakan lagu-lagunya pada masa 1969 hingga 1980-an.
Adik dari penyanyi serba bisa Mus Mulyadi tersebut pertama menembangkan lagu "Tanda-tanda", yang populer dinyanyikan pada tahun 1980-an., kemudian disusul "Helo Sayang", dan "Satu Jam Lagi".
Mus Mujiono tidak ketinggalan menembangkan lirik "Arti Kehidupan" yang mengajak para penonton bernyanyi bersama. Lagu "Suara Hati" dan "Mesra" mengakhiri penampilannya di Boyolali. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011