Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr Cut Nurul Hafifah SpA (K) mengatakan orang tua perlu memperhatikan asupan protein pada anak pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) untuk mencegah permasalahan gizi pada anak di kemudian hari.
“Orang tua perlu memperhatikan periode 1.000 hari pertama kehidupan, karena terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat. Mulai dari dalam kandungan, usia setahun hingga dua tahun menjadi modal dasar bagi pemenuhan gizi anak,” ujar Nurul dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.
Dia menambahkan sumber protein hewani harus ada pada 1.000 hari pertama kehidupan. Sumber protein dan lemak yang harus ada adalah protein hewani ditambah dengan sayur dalam jumlah secukupnya. “Ini penting agar anak tidak mengalami masalah gizi di kemudian hari,” terang dia.
Baca juga: Pemprov DKI diminta perhatikan serius kasus gizi buruk
Baca juga: Seharusnya tak ada gizi buruk di negara kaya pangan
Ketua Advokasi Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), Yuli Supriati mengatakan persoalan gizi buruk di DKI Jakarta bukan sebatas masalah ekonomi, melainkan pemahaman masyarakat akan gizi keluarga masih rendah. Pernyataan tersebut juga menanggapi mengenai kasus gizi buruk yang melanda balita di Kalideres, Jakarta Barat.
“Masih banyak masyarakat yang malas datang ke Posyandu. Ditambah lagi dengan masa pandemi yang kita alami selama dua tahun kemarin, banyak aktivitas pemantauan kesehatan masyarakat terhambat. Sebenarnya jemput bola lebih efektif, karena Ketika mendapati masyarakat dengan anak yang mengalami gangguan kesehatan, kader Posyandu bisa segera mengambil tindakan pencegahan,” kata Yuli.
Yuli juga menyoroti kebiasaan dan gaya hidup masyarakat yang lebih menyukai sesuatu yang instan dan praktis. “Susu kental manis contohnya, masih banyak ditemui orang tua yang memberikan pada anak terutama balita, susu kental manis sebagai minuman susu. Alasannya, selain harganya ekonomis, susu jenis ini juga praktis dan disukai anak-anak. Padahal, minim kandungan gizi,” cetus Yuli.
Baca juga: Stunting dan pekerjaan rumah yang belum terselesaikan
Yuli berharap pemerintah daerah dan dinas terkait dapat lebih meningkatkan pemantauan kondisi gizi masyarakat. Menurut Yuli, penting untuk mengetahui apa yang dikonsumsi masyarakat.
“Apakah mencukupi kebutuhan proteinnya, vitaminnya, apakah bayi mendapat ASI, jenis susu apa yang dikonsumsi anak, pola konsumsi masyarakat ini setidaknya harus diketahui. Jangan sampai gizi buruk ini baru diketahui setelah terjadi, setelah menjadi stunting, sehingga sulit untuk di perbaiki,” kata Yuli.
Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022