Potensi emas ini menjadi prioritas kami

Hanoi (ANTARA) - Atlet senam ritmik Indonesia Sutjiati Narenda mendadak viral setelah mencurahkan kekecewaannya karena tidak diberi kesempatan untuk tampil pada SEA Games 2021 Vietnam dalam sebuah tayangan siniar di Youtube, April lalu.

Sutjiati kembali menjadi perbincangan warganet seusai menulis surat terbuka setelah dia dipastikan tidak dikirim ke SEA Games Vietnam, baik dengan biaya APBN maupun dana pribadi.

Dalam surat terbuka tersebut, atlet kelahiran New York, Amerika Serikat itu mengeluhkan sistem saat ini ketika para atlet tidak diberi kesempatan yang cukup untuk bisa bersaing pada kompetisi internasional. Ia mengatakan bahwa Indonesia perlu melakukan rekonstruksi besar-besaran dalam sistem struktur organisasi olahraga.

Baca juga: Gairah SEA Games Vietnam di ujung pandemi

Kondisi tak jauh berbeda terjadi pada cabang olahraga futsal yang pada awalnya, tidak masuk dalam daftar cabang olahraga yang dikirim ke SEA Games 2021.

Hal itu juga sempat menjadi topik obrolan yang ramai diperbincangkan di media sosial. Warganet mempertanyakan alasan pemerintah tidak mengirimkan tim nasional futsal Indonesia ke SEA Games padahal mereka mampu lolos final Piala Futsal AFF 2022, April lalu.

Kasus Sutjiati dan timnas futsal tampaknya hampir serupa. Keduanya sama-sama ingin tampil di SEA Games Vietnam, namun pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) memberikan keputusan yang berbeda.

Kemenpora memutuskan memberangkatkan timnas futsal putra, tetapi tidak mengirimkan atlet senam ritmik, termasuk Sutjiati Narendra. Pasalnya, pemerintah hanya akan menerjunkan atlet dan cabang olahraga yang berpotensi meraih medali saja ke SEA Games di Vietnam.

Timnas futsal dinilai berpotensi menyumbang setidaknya medali perak SEA Games. Sementara Sutjiati dianggap tidak memiliki peluang itu ataupun rekam jejak prestasi pada multievent maupun single event regional dan internasional sehingga belum bisa diikutsertakan dalam SEA Games tahun ini.

Pada SEA Games 2021, tim senam Indonesia hanya menurunkan empat atlet yang bakal berlaga pada nomor artistik saja, yang mempunyai rekam jejak perolehan medali emas pada edisi tiga tahun lalu di Filipina.

Sebagai gambaran, senam Indonesia meraih dua emas, empat perak, dan dua perunggu pada SEA Games 2019 di Filipina. Dua medali emas itu didapat dari nomor artistik yang masing-masing diraih oleh Agus Adi Prayoko (vault putra) dan Rifda Irfanaluthfi (vault putri).

Sedangkan empat medali perak diperoleh dari artistik nomor all around (semua alat), balok keseimbangan, senam lantai, serta mixed trio di nomor aerobik.

Sementara itu dari nomor senam ritmik, tak ada satu pun atlet Indonesia yang mampu menyumbangkan medali. Perolehan medali pada ritmik didominasi oleh Malaysia, Filipina, dan Thailand.

Baca juga: Mengintip arena pertandingan esport SEA Games Vietnam

Sistem berbeda

Kemenpora kini mempunyai parameter lain dalam sistem pengiriman atlet ke multievent internasional demi menciptakan paradigma baru yang sejalan dengan Desain Besar Olahraga Nasional (DBON), bahwa SEA Games hanya menjadi sasaran antara atau batu loncatan. Tujuan utama adalah Olimpiade.

Langkah besar itu dimulai di Vietnam yang menandai untuk pertama kalinya Indonesia tidak lagi mengirimkan sebanyak-banyaknya atlet ke multievent olahraga Asia Tenggara itu.

Pada SEA Games yang pelaksanannya tertunda satu tahun itu, Merah Putih hanya menerjunkan 499 atlet dari 32 cabang olahraga, berkurang hampir separuh dibandingkan ketika SEA Games 2019 di Filipina dengan kekuatan 841 atlet dari 52 cabang olahraga.

Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali bahkan tak mau mengumbar target medali maupun peringkat akhir seperti yang biasa dilakukan para pemangku kebijakan pada setiap penyelenggaraan multievent internasional.

Zainudin menekankan bahwa SEA Games selain merupakan sasaran antara, juga menjadi proses awal untuk menjaring atlet-atlet potensial yang bisa naik level ke Asian Games hingga Olimpiade.

Dia bahkan meminta kepada atlet dan induk cabang olahraga DBON untuk fokus terhadap single event yang masuk dalam kualifikasi Olimpiade Paris 2024.

Sayangnya, yang dilakukan saat ini rasanya belum sejalan dengan niat dan tujuan awal. Kemenpora sebelumnya telah membentuk Tim Review Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) yang bertanggung jawab memilih atlet dan cabang olahraga yang berangkat ke SEA Games.

Baca juga: Ketua Umum PRSI beri motivasi perenang untuk SEA Games Vietnam

Dalam pertimbangannya, tim yang terdiri atas akademisi dan praktisi olahraga itu hanya menekankan pada potensi medali atlet yang bisa diraih di SEA Games. Hal ini berpengaruh terhadap banyak atlet-atlet lain dari cabang Olimpiade yang tidak dapat tampil di SEA Games karena tersisih oleh atlet dari cabang non-Olimpiade dan bukan prioritas.

Cabang olahraga esports misalnya, yang tidak masuk dalam DBON dan diragukan bisa dipertandingkan di Asian Games, bahkan memakan kuota atlet cukup banyak, yakni 38 atlet di SEA Games Vietnam. Indonesia juga mendapat jatah 10 kuota untuk cabang olahraga bukan prioritas, vovinam, olahraga asal tuan rumah Vietnam. Menurut dia, mereka dikirimkan karena punya potensi besar menyumbang emas bagi Indonesia.

Meski menuai pro kontra, Ketua Tim Review Prof. Moch Asmawi menyatakan bahwa langkah yang dilakukan saat ini sudah tepat demi perbaikan olahraga prestasi nasional.

“Potensi emas ini menjadi prioritas kami. Jadi efisiensi di sini bukan masalah jumlah, tetapi menjurus pada medali emas dan perak. Kalau tidak bisa medali emas dan perak (untuk cabang non-DBON) tidak akan direkomendasikan (ke SEA Games,” ujar Asmawi.

Meski demikian, Asmawi menyatakan bahwa pihaknya tidak ada niatan menutup pintu bagi atlet-atlet muda untuk unjuk gigi di kejuaraan kawasan. Hanya saja, pemerintah tidak ingin asal-asalan mengirimkan atlet ke multievent Asia Tenggara itu.

Dia pun meminta atlet-atlet yang saat ini belum lolos diberangkatkan ke SEA Games tahun ini agar tidak berkecil hati dan terus berlatih untuk membuktikan diri dan berprestasi. Induk cabang olahraga, kata dia, juga harus terus membina para atletnya agar bisa berprestasi.

Terkait pengiriman cabang olahraga ke SEA Games Vietnam, Tim Review membagi dua kategori, yakni cabang DBON dan non-DBON.

Baca juga: Dayung tambah perolehan emas Indonesia dalam SEA Games Vietnam

Setiap atlet dari cabang DBON yang dikirimkan ditargetkan bisa meraih medali emas, perak, atau perunggu. Sementara atlet dari cabang non-DBON harus mampu menyumbang emas atau perak.

Namun salah satu atlet dayung, Kakan Rusmana, justru mempunyai pandangan lain terkait kebijakan pengiriman atlet ke SEA Games yang jauh berbeda dibanding sebelumnya. Padahal menurut dia, SEA Games merupakan ajang penting bagi para atlet untuk melihat hasil dari proses latihan yang telah dilakukan selama beberapa tahun.

“Sangat disayangkan teman dari cabang olahraga lain sudah latihan keras, menunggu-nunggu, mempersiapkan diri tetapi akhirnya tidak bisa diberangkatkan,” kata Kakan.

“Padahal SEA Games ini sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan latihan kami. Setelah kami latihan keras bertahun-tahun, try out, ekshibisi maka saat ajang multievent ini lah yang ditunggu. Ini yang membuktikan apakah proses latihan kami berhasil atau tidak. Setelah ini, kami bisa ada sedikit gambaran apakah bisa bersaing di tingkat Asia,” kata dia menjelaskan.

Hal senada juga disampaikan Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) Tigor Tanjung. Ia mengatakan perlu ada posisi yang jelas terkait status SEA Games.

Kebijakan ini juga berpengaruh terhadap porsi atlet atletik yang dikirim SEA Games Vietnam, berkurang menjadi 23 atlet dibandingkan 35 atlet yang dikirimkan ke SEA Games 2019 Filipina.

Baca juga: Ririn/Riska sumbang emas pertama pencak silat

“Menurut kami ini perlu ada penjelasan terkait posisi SEA Games. Sebelumnya bisa mengirimkan sebanyak mungkin atlet, tapi sekarang hanya atlet yang bisa meraih medali emas, lalu SEA Games kali ini ada keterbatasan anggaran jadi hanya ajang solidaritas dengan negara ASEAN, jadi ini berubah-ubah,” kata Tigor.

Untuk mewujudkan paradigma baru prestasi olahraga agar bisa diterima publik terutama para atlet tentunya akan membutuhkan waktu lama. Namun langkah awal yang dilakukan di SEA Games Vietnam ini patut diapresiasi demi memacu para atlet agar terus memperlihatkan potensi dan berprestasi di pentas dunia agar tidak tersisih oleh atlet lain untuk mewaliki Indonesia di setiap multievent internasional.

SEA Games Vietnam akan menjadi awal penerapan paradigma baru prestasi olahraga. Namun kita patut menanti, apakah pemangkasan jumlah atlet kali ini akan membuat Indonesia bisa meningkatkan atau setidaknya menyamai prestasi SEA Games 2019 atau justru sebaliknya?

Baca juga: Indonesia bidik tujuh medali emas SEA Games Vietnam hari ini

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2022