Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kamenko Perekonomian, Musdhalifah Machmud, menyampaikan bahwa pemerintah memperhatikan dinamika serta situasi terkait minyak sawit dan minyak nabati lain di dalam dan luar negeri serta menjaga stabilisasi dari hulu sampai hilir

“Kelapa sawit ini sangat penting untuk negara kita. Buktinya begitu harga kelapa sawit tinggi dan ada isu minyak goreng, reaksi masyarakat sedemikian besarnya. Mulai sekarang kita harus mulai membangun dari bawah. Membangun suasana yang stabil dari hulu sampai hilir,” katanya opening remarks Roundtable Discussion bertajuk “Dinamika dan Perkembangan Terkini Terkait Minyak Sawit dan Minyak Nabati Lain di Uni Eropa”, Rabu.

Musdhalifah mengatakan penyamaan narasi bersama seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) sawit nasional diperlukan untuk menyiapkan strategi kampanye positif dan program diplomasi minyak sawit Indonesia yang berkelanjutan di arena internasional.

Industri kelapa sawit merupakan sektor strategis yang memiliki kontribusi yang besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia terutama dalam upaya pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja bagi sekitar 16 juta pekerja. Dari sisi perdagangan, sektor industri sawit juga telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dengan menghasilkan devisa nasional sebesar 35,5 miliar dolar AS pada tahun 2021.

Saat ini industri sawit Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan yang dihadapi saat ini adalah negative campaign dan kebijakan diskriminatif yang berasal dari luar negeri seperti yang terjadi di Uni Eropa.

Pandemi COVID-19, kegagalan panen karena faktor iklim, ditambah dengan perkembangan geopolitik yang terjadi di kawasan Eropa telah menyebabkan disrupsi di pasar minyak nabati dunia khususnya Uni Eropa. Rusia dan Ukraina merupakan negara produsen minyak biji bunga matahari (sunflower oil), konflik diantara kedua negara tersebut menyebabkan kelangkaan pasokan sunflower oil di beberapa negara anggota Uni Eropa.

“Hal-hal tersebut merupakan tantangan dan sekaligus peluang yang harus disikapi secara tepat oleh Indonesia sebagai produsen terbesar minyak kelapa sawit di dunia,” katanya.

Sementara itu, hadir pula dalam kegiatan tersebut Professor Pietro Paganini, Adjunct Professor Fox School of Business at Temple University of Philadelphia and John Cabot University Rome, Italy yang menekankan bahwa saat ini merupakan saat yang tepat bagi Indonesia untuk mengambil peranan sebagai leader dalam penyediaan minyak nabati di dunia.

Terlepas dari isu domestik yang terjadi terkait minyak goreng dan pelarangan ekspor CPO serta turunannya, minyak kelapa sawit saat ini dibutuhkan oleh Uni Eropa bahkan dunia untuk mengisi kekosongan stok sunflower oil yang tidak dapat diisi oleh minyak nabati lain seperti soyabean oil, rapeseed oil maupun olive oil.

“Harus diakui bahwa Indonesia telah lebih maju dalam pembangunan kelapa sawit secara berkelanjutan, Indonesia juga telah menunjukkan kerja keras untuk mengatasi deforestasi selama 1 dekade terakhir,” ucapnya.

Oleh karena itu, ia menilai momentum ini menjadi waktu yang tepat bagi Indonesia sebagai pemegang Presidensi G20 untuk menunjukkan kepada dunia bahwa kelapa sawit yang berkelanjutan, sehat dan aman merupakan jawaban untuk mengatasi kekurangan minyak nabati di dunia.

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022