"Ketujuh tersangka perompak itu dituduh terlibat dalam usaha pembajakan terhadap sebuah kapal yang membawa ikan tongkol Seychelles," kata Kementerian Luar Negeri Inggris dalam sebuah pernyataan, lapor AFP.
Mereka ditangkap oleh pasukan Marinir Kerajaan Inggris yang membawa tim anjing polisi yang menemukan jejak bahan peledak dan senjata api -- bukti yang akan membantu jaksa di Seychelles, yang telah sepakat menuntut ketujuh orang itu.
"Menyediakan bukti yang memadai untuk menghukum perompak merupakan sebuah masalah nyata bagi masyarakat internasional karena perompak sering membuang senjata mereka ke laut dan mengklaim sebagai nelayan," kata pernyataan itu.
"Namun, tim penanganan anjing bisa memeriksa kapal tersangka perompak dan menemukan jejak peledak dan senjata api," lanjut kementerian itu dalam pernyataan tersebut.
"Granat roket (RPG) adalah senjata pilihan perompak. Meski dibuang ke laut, senjata itu masih meninggalkan sisa peledak yang bisa diidentifikasi oleh anjing-anjing tersebut," tambah pernyataan itu.
Pengumuman Inggris itu disampaikan sehari setelah sebuah pengadilan Prancis menjatuhkan hukuman antara empat hingga delapan tahun penjara pada lima orang Somalia karena menyandera pasangan Prancis di kapal pesiar mereka di Teluk Aden dan membebaskan seorang tersangka keenam.
Dalam penuntutan pertama terhadap tersangka perompak Somalia di Prancis, jaksa meminta para terdakwa yang berusia antara 21 dan 36 tahun itu dihukum penjara antara enam dan 16 tahun atas tuduhan pembajakan, penculikan dan perampokan bersenjata.
Keenam orang itu dituduh menahan kapal pesiar itu dan dua orang awaknya, Jean-Yves Delanne dan istrinya, Bernadette, keduanya berusia sekitar 60 tahun, di lepas pantai Somalia pada 2008 dan menuntut uang tebusan dua juta dolar.
Mereka ditangkap dan diterbangkan ke Prancis setelah pasukan khusus Prancis menyerbu kapal pesiar The Carre d`As IV dan menyelamatkan pasangan itu. Seorang tersangka ketujuh tewas dalam serangan itu.
Perompak yang beroperasi di lepas pantai Somalia meningkatkan serangan pembajakan terhadap kapal-kapal di Lautan India dan Teluk Aden meski angkatan laut asing digelar di lepas pantai negara Tanduk Afrika itu sejak 2008.
Menurut Ecoterra International, organisasi yang mengawasi kegiatan maritim di kawasan itu, sedikitnya 47 kapal asing dan lebih dari 500 pelaut hingga kini masih ditahan oleh perompak.
Kapal-kapal perang asing berhasil menggagalkan sejumlah pembajakan dan menangkap puluhan perompak, namun serangan masih terus berlangsung.
Perairan di lepas pantai Somalia merupakan tempat paling rawan pembajakan di dunia, dan Biro Maritim Internasional melaporkan 24 serangan di kawasan itu antara April dan Juni tahun 2008 saja.
Angka tidak resmi menunjukkan 2009 sebagai tahun paling banyak perompakan di Somalia, dengan lebih dari 200 serangan -- termasuk 68 pembajakan yang berhasil -- dan uang tebusan diyakini melampaui 50 juta dolar.
Kelompok-kelompok bajak laut Somalia, yang beroperasi di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Asia dan Eropa, memperoleh uang tebusan jutaan dolar dari pembajakan kapal-kapal di Lautan India dan Teluk Aden.
Patroli angkatan laut multinasional di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Eropa dengan Asia melalui Teluk Aden yang ramai tampaknya hanya membuat geng-geng perompak memperluas operasi serangan mereka semakin jauh ke Lautan India.
Dewan Keamanan PBB telah menyetujui operasi penyerbuan di wilayah perairan Somalia untuk memerangi perompakan, namun kapal-kapal perang yang berpatroli di daerah itu tidak berbuat banyak, menurut Menteri Perikanan Puntland Ahmed Saed Ali Nur.
Pemerintah transisi lemah Somalia, yang saat ini menghadapi pemberontakan berdarah, tidak mampu menghentikan aksi perompak yang membajak kapal-kapal dan menuntut uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal itu dan awak mereka.
Perompak, yang bersenjatakan granat roket dan senapan otomatis, menggunakan kapal-kapal cepat untuk memburu sasaran mereka.
Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Selain perompakan, penculikan dan kekerasan mematikan juga melanda negara tersebut. (M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011