Sanaa (ANTARA News) - Pemerintah persatuan Yaman akan diumumkan sebelum Minggu, kata oposisi, Kamis, sesuai dengan perjanjian perdamaian yang menetapkan pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh.
"Ada kesepakatan dengan partai berkuasa mengenai distribusi jabatan. Pembentukan kabinet akan sangat mudah," kata Mohammed Qahtan, juru bicara koalisi oposisi parlemen, kepada AFP.
Pemerintah baru akan diumumkan pada Jumat atau Sabtu, kata Qahtan.
Pemimpin oposisi Mohammed Basindawa pada Minggu (27/11) ditugasi membentuk pemerintah yang akan mengawasi periode sementara 90 hari sampai Saleh meninggalkan kekuasaan pada Februari.
Perjanjian perdamaian itu, yang disepakati dengan pengawasan Dewan Kerja Sama Teluk di Riyadh pekan lalu, dimaksudkan untuk mengakhiri krisis 10 bulan yang menimbulkan protes keras dan bentrokan-bentrokan di Yaman.
Dalam perjanjian itu, oposisi akan berbagi secara adil pos-pos kabinet dengan partai berkuasa kubu Saleh.
Menurut Qahtan, pos-pos yang akan diisi diundi dan oposisi memperoleh kementerian-kementerian dalam negeri, keuangan, kerja sama, penerangan dan hak asasi manusia.
Partai kubu Saleh tetap memegang kementerian-kementerian pertahanan, luar negeri, perminyakan, telekomunikasi dan pelayanan sipil.
"Pembentukan kabinet akan sangat mudah" karena perjanjian Teluk menetapkan setiap pihak menerima pencalonan pihak lain, tambah Qahtan.
Saleh (69), yang memerintah Yaman selama 33 tahun, telah menandatangani perjanjian penyerahan kekuasaan yang ditengahi oleh negara-negara Teluk.
Prakarsa Dewan Kerja Sama Teluk yang bertujuan mengakhiri protes berbulan-bulan itu menetapkan Saleh mengundurkan diri dengan imbalan kekebalan dari tuntutan hukum bagi dirinya dan anggota-anggota keluarganya.
Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan ratusan orang.
Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaida, kehilangan dukungan AS.
Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.
Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.
Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaida akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).
Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaida memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.
Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaida AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.
AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.
Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaida. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.
Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011