Hanoi, Vietnam (ANTARA) - Riska Hermawan tak menyangka bisa menggondol medali emas seperti dilakukan ayahnya Cece Hermawan pada SEA Games 1997 di Jakarta.

Bertanding pada nomor seni ganda putri bersama Ririn Rinasih, dia berhasil menyumbangkan medali emas pertama dari cabang olahraga pencak silat pada SEA Games Vietnam 2021 di Bac Tu Liem Sport Center, Hanoi, Vietnam, Rabu.

Dua pesilat andalan Indonesia ini menumbangkan pasangan tuan rumah Vietnam, Nguyen Thi Thu Ha dan Nguyen Thi Huyen, setelah mengumpulkan 9.955 poin atau terpaut jauh 30 poin di atas lawannya.

“Saya persembahkan medali ini untuk ayah saya karena dia juga atlet nasional yang pernah memberikan emas SEA Games kepada Indonesia," kata atlet berusia 26 tahun kelahiran Bandung ini.

Riska mulai mengenal pencak silat sejak belia, tepatnya saat kelas empat Sekolah Dasar.

Cucu sesepuh pencak silat Jawa Barat Endang Yohana ini sejak kecil sudah berada di lingkungan pesilat.

Ayahnya bahkan meraih medali emas SEA Games 1997 saat berpasangan dengan adiknya sendiri Ruchyat Sudrajat pada nomor yang sama seperti digeluti Riska.

Ruchyat Sudrajat yang adalah paman Riska juga pernah meraih medali SEA Games saat ajang ini diselenggarakan di Vietnam pada 2003. Kemenangan itu juga diikuti istri Ruchyat yang juga bagian dari timnas Indonesia untuk SEA Games itu.

Bagi keluarganya, pencak silat bukan sekadar olahraga tapi juga jati diri makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam mengungkapkan rasa syukur dan menebar kasih sayang kepada sesama insan.

Baca juga: Ririn/Riska sumbang emas pertama pencak silat

Dia mengingat pesan sang kakek bahwa 'tidak sulit untuk menjadi jawara, tapi yang sulit itu adalah menjadi juara'. "Mau jadi juara, mesti mau ke luar kandang," kata Riska.

Lantaran itu, Riska selalu diarahkan oleh keluarganya agar gemar berkompetisi guna mengasah sikap pantang menyerah.

Berada di bawah bendera Perguruan Silat Ciung Wanara di Jawa Barat yang berpusat di Sumedang, dia terus mengasah kemampuan walaupun sebenarnya sedari awal sang ayah tak pernah memaksanya mengikuti jejak menjadi atlet.

"Saya ingat waktu kecil ada boneka Hanoman (maskot SEA Games 1997), itu kalau ditekan tangannya bisa bunyi. Ayah hanya bilang, jangan biarin Hanoman sendiri,” kenang Riska yang mengartikan itu sebagai ungkapan agar dia juga menyukai bela diri pencak silat.

Karir Riska sudah dirintis sejak belasan tahun lalu, mulai Pekan Olahraga Pelajar tingkat daerah hingga nasional, dari kejuaraan nasional sampai akhirnya melejit pada PON 2016 di Jawa Barat. Dia sudah mengumpulkan sedikitnya 63 keping medali.

Bagi dia, PON adalah momen menentukan dalam karirnya sebagai atlet. Saat itu pula dia dipertemukan dengan Ririn Rinasih untuk berpasangan dalam nomor seni ganda putri.

Sejak itu keduanya mantap menjadi satu tim hingga beberapa kali dipercaya memperkuat tim nasional. Hasilnya pun memuaskan sejak debut dalam SEA Games Filipina 2019 dengan meraih medali perunggu.

Karakter kedua pesilat berbeda, tapi bagi Riska, perbedaan karakter yang mencolok antara dia dan Ririn justru menjadi kekuatan mereka.

Ririn unggul dari sisi kekuatan dan stamina, sedangkan Riska unggul dari sisi teknik. Kepiawaian dalam sisi penguasaan teknik pencak silat tradisional, khususnya asal Jawa Barat, menjadi kekuatan tersendiri pasangan ini.

Lantaran itu pula, pada diri Riska dan Ririn muncul chemistry yang membuat mereka saling membutuhkan, saling mendukung, dan saling mempercayai, yang mungkin tak dimiliki pasangan pesilat lain.

Baca juga: Dayung sumbang emas pertama bagi Indonesia di SEA Games Vietnam

selanjutnya...penonton terpukau

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2022