... COP ke-17 di Durban, Afrika Selatan, pada 28 November-9 Desember 2011, adalah kesempatan terakhir untuk memberikan kepastian bagi masa depan rejim perubahan iklim...
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia memperjuangkan empat kepentingan nasional dalam pertemuan perubahan iklim atau Conference on Parties (COP) ke-17 di Durban, Afrika Selatan, 28 November-9 Desember 2011.
Keempat hal itu, menurut Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Rachmat Witoelar, di Jakarta, Kamis, adalah operasionalisasi pendanaan, pembentukan Green Climate Fund, mempercepat pengucuran dana adaptasi bagi daerah rentan, dan transfer teknologi.
" Itu (empat hal) yang akan kami perjuangkan sambil memperjuangkan keputusan besarnya untuk COP berikutnya," kata Rachmat seusai bertemu dengan Presiden Susilo Yudhoyono sebelum menuju Durban, Afrika Selatan, Kamis malam.
Ia mengakui Indonesia memilih untuk fokus memperjuangkan kepentingan nasional sambil terus mendorong tercapainya suatu keputusan global pascaberakhirnya Protokol Kyoto 2012.
"Kami mesti memperjuangkan kepentingan Indonesia, di samping kepentingan global yang juga besar. Kepentingan yang lebih besar itu adalah keputusan global yang memang agak sukar diwujudkan di Durban. Jadi kami fokus pada kepentingan Indonesia," katanya.
Perundingan alot antara negara maju dan berkembang pasca Protokol Kyoto yang akan berakhir pada 2012, ia mengatakan dalam COP-17 negara-negara akan memperjuangkan pilihan masing-masing yaitu melanjutkan protokol atau menyepakati keputusan transisional yang dapat memelihara hasil-hasil protokol.
"Protokol Kyoto pada dasarnya suatu sistem dengan negara maju membantu negara berkembang mengatasi perubahan iklim," katanya.
Sementara itu, publik luas berharap Pertemuan di Durban, Afrika Selatan, pada awal Desember dapat memberikan kepastian atas perpanjangan komitmen pengurangan emisi karbon global dari Protokol Kyoto yang akan berakhir pada 2012.
Sejumlah aktivis lingkungan bahkan menilai, COP ke-17 di Durban, Afrika Selatan, pada 28 November-9 Desember 2011, adalah kesempatan terakhir untuk memberikan kepastian bagi masa depan rejim perubahan iklim.
Dalam beberapa pertemuan terakhir terjadi perbedaan pendapat antara negara maju dan berkembang. Negara-negara Uni Eropa bersedia melanjutkan Protokol Kyoto hanya jika negara maju lain bersedia bergabung.
Tetapi negara industri seperti Jepang, Rusia, dan Kanada menolak ikut komitmen Uni Eropa, jika negara-negara berkembang tidak bersedia ikut.
Sementara itu, negara-negara berkembang meminta kesepakatan yang seimbang sekaligus komitmen yang mengikat secara hukum (legally binding). (G003)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011