Kolombo (ANTARA News) - Jepang, pemberi bantuan utama untuk Sri Lanka, Rabu meminta pemerintah Kolombo menyelidiki tuduhan kejahatan perang yang dilakukan ketika menumpas pemberontak Tamil dan mendesak perbaikan hak asasi manusia.
Jepang menginginkan rekonsiliasi sungguh-sungguh di Sri Lanka setelah pasukan menumpas pemberontak Macan Tamil pada Mei 2009 dan mengumumkan berakhirnya perang etnik hampir empat dasawarsa, lapor AFP.
Utusan khusus Tokyo untuk Sri Lanka, Yasushi Akashi, mengatakan, ada persepsi mengenai keadaan tidak aman meski konflik telah berakhir.
"Saya menekankan pentingya memperbaiki keadaan hak asasi manusia di negara ini," kata Akashi kepada wartawan pada akhir kunjungan empat harinya ke negara pulau itu untuk berunding dengan Presiden Mahinda Rajapakse dan pemimpin-pemimpin lain Sri Lanka.
Akashi mengatakan, banyak orang Sri Lanka masih membicarakan masalah "orang hilang" di daerah-daerah Tamil, pendudukan militer atas harta pribadi dan keberadaan pasukan dalam jumlah besar di wilayah timurlaut pulau itu.
Sri Lanka, kata utusan Jepang itu, harus berbuat lebih banyak untuk mengatasi masalah pertanggungjawaban, yang juga diserukan oleh organisasi-organisasi HAM internasional.
Namun, Akashi tidak menyinggung-nyinggung seruan penyelidikan internasional dan mengatakan, Sri Lanka bisa menjalankan mekanisme penyelidikannya sendiri.
Pejabat Jepang itu menambahkan, pemerintah Tokyo menunggu Sri Lanka menerbitkan laporan penyelidikan yang dibuat komisi pemerintah mengenai tahap-tahap akhir perang.
Laporan hasil penyelidikan Komisi Pengkajian dan Rekonsiliasi (LLRC) diserahkan kepada Presiden Sri Lanka pekan lalu dan diperkirakan diajukan ke parlemen pada Desember.
LLRC, yang beranggotakan para mantan pejabat pemerintah, dibentuk Mei tahun lalu dengan batas waktu penyelesaian pekerjaan pada 15 November. Komisi itu tidak diberi mandat untuk menyelidiki kejahatan perang namun mencari tahu mengapa gencatan senjata 2002 sponsoran Norwegia gagal dan merekomendasikan cara-cara mencegah negara pulau itu tergelincir lagi ke dalam konflik etnik.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional mengecam keras LLRC dengan menyebutnya "cacat sejak awal" dan tidak bisa menggantikan penyelidikan kejahatan perang independen seperti yang dituntut banyak pihak, termasuk AS dan Uni Eropa.
Pasukan Sri Lanka meluncurkan ofensif besar-besaran untuk menumpas kelompok pemberontak Macan Tamil pada 2009 yang mengakhiri perang etnik hampir empat dasawarsa di negara tersebut.
Namun, kemenangan pasukan Sri Lanka atas LTTE menyulut tuduhan-tuduhan luas mengenai pelanggaran hak asasi manusia.
Pada September, Amnesti Internasional yang berkantor di London mengutip keterangan saksi mata dan pekerja bantuan yang mengatakan, sedikitnya 10.000 orang sipil tewas dalam tahap final ofensif militer terhadap gerilyawan Macan Tamil pada Mei 2009.
Pada April, laporan panel yang dibentuk Sekretaris Jendral Jendral PBB Ban Ki-moon mencatat tuduhan-tuduhan kejahatan perang yang dilakukan kedua pihak.
Sri Lanka mengecam laporan komisi PBB itu sebagai "tidak masuk akal" dan mengatakan, laporan itu berat sebelah dan bergantung pada bukti subyektif dari sumber tanpa nama.
Sri Lanka menolak seruan internasional bagi penyelidikan kejahatan perang dan menekankan bahwa tidak ada warga sipil yang menjadi sasaran pasukan pemerintah. Namun, kelompok-kelompok HAM menyatakan, lebih dari 40.000 warga sipil mungkin tewas akibat aksi kedua pihak yang berperang.
Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei 2009 mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.
Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.
Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.
PBB memperkirakan, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil setelah pemberontak Macan Tamil muncul pada 1972.
Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.
Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak. Mayoritas penduduk Sri Lanka adalah warga Sinhala. (M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011