Palu (ANTARA News) - Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Brigjen Pol Oegroseno menyatakan, pembentukan pemerintahan bayangan di Kabupaten Morowali merupakan perbuatan makar terhadap pemerintahan yang sah. "Mereka yang terlibat akan ditindak tegas," kata Oegroseno di Palu, Jumat. Pernyataan Ogeroseno tersebut menyikapi pengukuhan Drs. Esra Tumimor menjadi bupati dan Reimon Mosangi sebagi sekretaris daerah oleh masyarakat yang tergabung dalam Forum Pembela Ibukota Kabupaten (FPIK) saat menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Bupati Morowali, Kolonodali, Kamis kemarin. Selain membentuk pemerintahan bayangan, massa FPIK juga menyita sedikit 11 mobil dinas milik kepala dinas/badan di lingkungan Pemkab Morowali. Aksi unjuk rasa itu sendiri dipicu sikap tegas Bupati Datlin Tamalagi untuk memindahkan ibukota Kabupaten Morowali dari ibukota sementara di Kolonodale ke ibukota defenitif di Bungku sesuai UU No.41/1999. Selain itu, penolakan atas mutasi jabatan eselon II atau setingkat kepala dinas/badan. Asisten II/Pembangunan Drs. Esra Tumimor dan Kepala Dinas Sosial Reimon Mosangi "dikandangkan" menjadi staf ahli bupati. Posis kedua pejabat yang telah dikukuhkan oleh masyarakat Kolonodale sebagai bupati dan sekretaris kabupaten ini digantikan oleh pejabat yang lain. Pejabat yang dilantik Bupati Datlin Tamalagi, yakni Asisten II Drs. Syahriar Ishak, Kepada Dinas Pertambangan Wahyuhdin Jali dan Kepala Dinas Tenaga Kerja Drs. Jhon Ridwan. Pelantikan di gelar di Kota Bungku saat mass FPIK menggelar aksi di Kolonodale. Menurut Kapolda Oegroseno, pemerintahan bayangan merupakan bentuk makar terhadap pemerintahan yang sah dan diancam hukuman 15 tahun penjara sebagaiman diatur dalam pasal 107 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tim Khusus telah dibentuk guna menangani kasus Morowali tersebut, termasuk mensiagakan helikopter milik Polri yang setiap saat dapat mengakut tersangka ke Mabes Polri. "Akan dilakukan tindakan represif jika perbuatan makar tersebut tidak segera dihentikan. Dan para tersangka akan diboyong ke Jakarta guna menjalani pemeriksaan," katanya. Polisi tidak pernah membatasi masyarakat yang hendak menyalurkan aspirasinya selama berada dalam koridor hukum. "Tapi jika menyimpang, akan ditindak setelah sebelumnya dilakukan persuasif," demikian Oegroseno.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006