Jakarta (ANTARA) - Kepala Dinas Pendidikan kabupaten Langkat Saiful Abdi mengakui adanya pengaturan pengadaan barang dan jasa oleh "Grup Kuala".
"Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), saudara mengatakan 'Dapat saya jelaskan terkait pekerjaan di Dinas Pendidikan diurus semua oleh Marcos yang merupakan orang Iskandar dan dapat saya sampaikan pekerjaan-pekerjaan di dinas kabupaten Langkat sudah dimiliki Marcos beserta grupnya dan selanjutnya Marcos memberikan daftar kepada kabid Sitepu', pernyataan ini benar?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Zainal di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
"Benar," jawab Saiful Abdi.
Saiful menjadi saksi untuk Direktur CV Nizhami Muara Perangin angin yang didakwa menyuap Bupati Langkah Terbit Rencana Perangin angin sejumlah Rp572 juta dalam pengerjaan pekerjaan paket pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Dinas Pendidikan kabupaten Langkat tahun 2021.
Iskandar yang dimaksud adalah Iskandar Perangin angin sebagai kakak kandung dari Terbit Rencana Perangin angin. Iskandar juga adalah Kepala Desa Raja Tengah kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat dan kerap dipanggil sebagai "Pak Kades".
Baca juga: Saksi jelaskan pembagian "fee" dalam perkara suap Bupati Langkat
Dalam dakwaan disebutkan Terbit selaku Bupati Langkat memiliki orang-orang kepercayaan yaitu Iskandar Perangin angin, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra dan Isfi Syahfitra yang biasa disebut "Grup Kuala" untuk mengatur tender pengadaan barang dan jasa di kabupaten Langkat.
"Kepala-kepala dinas juga mengatakan ada yang mengatur dan katanya harus ada sekian persen. Katanya ada dari Kuala," ungkap Saiful.
Namun Saiful menyebut Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin angin tidak pernah menyampaikan soal "commitment fee".
"Soal 'commitment fee' saya tidak tahu persis, dengar-dengar saja orang-orang cerita ada sebesar 15 persen, dengarnya kadang di warung kadan di tempat lain," tambah Saiful.
"Saudara pernah dapat setoran dari anak buah?" tanya ketua majelis hakim Djuyamto.
"Tegas saya katakan tidak pernah Pak," jawab Saiful.
Saiful juga mengaku tahu soal istilah "bos 1" dan "bos 2" dalam pengadaan barang dan jasa di kabupaten Langkat.
"Bos 1 itu bupati, kalau bos 2 Pak Iskandar," ungkap Saiful.
"Kenapa ada istilah itu?" tanya jaksa Zainal.
"Saya tidak tahu persis, mereka yang kasih tahu 'Ini bos 1 dan bos 2, yang kasih tahu sekretaris dinas saya," tambah Saiful.
Muara Perangin angin dalam dakwaan disebut mendapatkan paket pekerjaan penunjukan langsung di Dinas PUPR yaitu paket pekerjaan hotmix senilai Rp2,867 miliar; paket pekerjaan penunjukan langsung yaitu rehabilitasi tanggul, pembangunan pagar dan pos jaga, pembangunan jalan lingkar senilai Rp971 juta; serta paket pekerjaan penunjukan langsung yaitu pembangunan SMPN 5 Stabat dan SMP Hangtuah Stabat senilai Rp940,558 juta.
Pada 17 Januari 2022, Muara menemui Marcos dan Isfi untuk meminta pengurangan "commitment fee" menjadi 15,5 persen dan disetujui oleh Iskandar sehingga total yang harus diserahkan oleh Muara adalah sejumlah Rp572.221.414 dan dibulatkan menjadi Rp572 juta.
Muara menyerahkan uang sebesar Rp572 juta pada 18 Januari 2022 yang dibungkus plastik hitam kepada Isfi Syahfitra. Pada hari yang sama, Isfi dan Shuanda menyerahkan Rp572 juta kepada Marcos untuk diberikan kepada Terbit Rencana melalui Iskandar dan mereka diamankan petugas KPK beserta barang bukti uang.
Baca juga: Bawahan Bupati Langkat diminta bayar rekanan meski proyek tak selesai
Baca juga: Anak buah dapat ancaman mutasi saat tak turuti perintah Bupati Langkat
Baca juga: Saksi sebut Bupati Langkat ancam bawahan terkait pemenang tender
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022