Baghdad (ANTARA News) - Lebih dari 130 orang, termasuk belasan orang yang ikut demonstrasi terhadap kekerasan sektarian, tewas akibat pertumpahan darah di Irak, meskipun ada seruan untuk tenang Kamis dari para pemimpin yang mengkhawatirkan berkobarnya perang saudara. Satu hari setelah yang diduga bom al-Qaida menghancurkan sebuah tempat suci penting Syiah, Irak membatalkan semua cuti polisi dan tentara dan para pemimpin politik minoritas Sunni menarik diri dari pembicaraan yang didukung AS mengenai pembentukan pemerintah persatuan nasional, dan menuduh penguasa Syiah menggerakkan belasan serangan atas masjid Sunni. Washington, yang menginginkan stabiiitas di Irak untuk membantu negara itu menarik sekitar 130.000 tentara AS, juga menyerukan pengendalian diri, merefleksikan kekhawatiran internasional bahwa negara pengekspor minya berpenduduk 27 juta jiwa itu mungkin akan tergelincir mendekati perang sektarian habis-habisan. Pejabat agama Sunni penting melakukan kecaman umum luar biasa atas pemimpin ulama yang sangat dihormati masyarakat Muslim Syiah, menuduhnya telah memanaskan kekerasan itu dengan menyerukan protes. Presiden Jalal Talabani, seorang Kurdi, mendesak maju meskipun Sunni memboikot pertemuan yang ia minta untuk menghindari serangan ke arah perang saudara. Setelah mengadakan pembicaraan dengan pemimpin Syiah, Kurdi dan pemimpin satu kelompok Sunni yang lebih kecil, ia mengatakan dalam konferensi pers yang disiarkan televisi bahwa jika perang habis-habisan terjadi "tak ada seorang pun yang akan aman". Sumber polisi dan militer, seperti dikutip Reuters, menghitung lebih dari 130 orang tewas, sebagian besar orang Sunni, di sekitar dua kota terbesar Baghdad dan Basrah dalam 24 jam sejak pemboman yang tidak menumpahkan darah tapi sangat simbolis atas Masjid Emas Syiah di Samarra. Belasan masjid Sunni diserang dan beberapa dibakar. Dalam satu insiden yang sangat mematikan, para pejabat mengatakan 47 orang yang mengambil bagian dalam demosntrasi bersama Sunni dan Syiah terhadap pemboman di Samarra ditarik dari kendaraan setelah mereka menyerah dan ditembak mati di pinggiran ibukota. Identitas sejumlah pria bersenjata dan korban tidak jelas. Mereka semuanya dibuang di parit di tepi jalan, kata Dhary Thoaban, wakil kepala dewan regional Diyala. Sebelumnya, ada keterangan yang berlawanan tentang insiden itu tapi para pejabat polisi dan militer semuanya memastikan versi Thoaban. Kesiapsiagaan Kementerian alam negeri mengatakan semua cuti polisi dan tentara telah dibatalkan, jam larangan keluar rumah pada waktu malam diperpanjang saat negara itu tercekam tiga hari perkabungan nasional. Universitas menangguhkan dimulainya semester musim semi yang dimulai Sabtu selama hampir tiga pekan. Sebuah bom meledak di dekat patroli jalan kaki tentara Irak di sebuah pasar di kota Baguba yang terbagi secara keagamaan, sehingga menewaskan 16 orang. Tiga wartawan yang bekerja untuk televisi Al Arabiya ditemukan tewas tertembak setelah diserang ketika sedang mengambil gambar di Samarra. Iraqi Accordance Front, partai Muslim Suinni yang mendapatkan sebagian besar suara minoritas Sunni dalam pemilihan parlemen Desember, mengatakan front itu perlu meminta maaf dari Syiah yang berkuasa sebelum mempertimbangkan untuk bergabung kembali dengan pembicaraan mengenai koalisi persatuan nasional. "Kami akan menangguhkan keikusertaan kami dalam pembicaraan mengenai pemerintan dengan Aliasi Syiah," kata Tareq al-Hashemi, seorang pejabat penting front tersebut, pada konferensi pers yang mana ia menuduh para pemimpin Syiah telah membantu meningkatkan kekerasan. Sementara itu pernyataan dari Dewan Mujahidin, yang mencakup al-Qaida di Irak, mempersalahkah pemimpin Syiah karena meledakkan tempat cuci itu untuk membenarkan serangan dan menjanjikan "balasan yang mengejutkan". Dewan Keamanan PBB, yang jarang dapat menemukan suara bersama mengenai Irak sejak pembelahan sengitnya soal serangan AS pada 2003, menyuarakan nada peringatan yang meminta rakyat Irak untuk berdiri di belakang pemerintah tidak-sektarian. Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menimpakan kesalahan pemboman masjid itu pada "Zionis" dan pasukan asing di Irak, serta memperingatkan kekuatan Barat seperti AS dan Israel bahwa mereka akan menghadapi kemurkaan umat Islam. Ayatullah Ali al-Sistani, ulama senior dan reklusif Syiah, melakukan penampilan di televisi, hal yang jarang dilakukannya, yang menyoroti kekerasan Rabu. Ia menyerukan protes tapi juga pengekangan diri. Perhimpunan Ulama Muslim Sunni, tanpa menyebut namanya, menuduh timpalan Syiah mereka telah mendorong kekerasan, bagaimanapun -- kecaman yang kasar sekali. Asosiasi itu mengatakan 184 masjid Sunni rusak, 10 ulama tewas dan 15 orang diculik. (*)
Copyright © ANTARA 2006