Sanaa (ANTARA News) - Pemimpin oposisi Yaman Mohammed Basindawa hari Minggu ditugasi membentuk pemerintah baru yang akan berkuasa sampai pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh, yang dijadwalkan berlangsung pada Februari.
"Mohammed Salem Basindawa ditugasi membentuk pemerintah rekonsiliasi nasional," kata dekrit yang menurut kantor berita Saba dikeluarkan oleh Wakil Presiden Abdrabuh Mansur Hadi, yang diserahi kekuasaan oleh Saleh sesuai dengan perjanjian Teluk yang ditandatanganinya pada Rabu.
Basindawa, mantan anggota partai berkuasa Saleh, dipilih Jumat oleh oposisi untuk memimpin pemerintah persatuan.
Lahir di Aden, ibu kota eks-negara Yaman Selatan, Basindawa meninggalkan partai Kongres Rakyat Umum kubu Saleh satu dasawarsa lalu, dan menjadi penentangnya namun tidak bergabung dalam sebuah partai lain.
Mantan menteri luar negeri itu kini memiliki waktu dua pekan untuk membentuk pemerintah persatuan yang akan mencakup loyalis Saleh dan tokoh oposisi yang bertugas sampai Februari ketika Saleh meninggalkan kekuasaan dan pemilihan umum diadakan.
Saleh (69), yang memerintah Yaman selama 33 tahun, telah menandatangani sebuah perjanjian penyerahan kekuasaan yang ditengahi oleh negara-negara Teluk.
Prakarsa Dewan Kerja Sama Teluk yang bertujuan mengakhiri protes berbulan-bulan itu menetapkan Saleh mengundurkan diri 30 hari setelah penandatanganan prakarsa itu, dengan imbalan kekebalan dari tuntutan hukum bagi dirinya dan anggota-anggota keluarganya.
Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan ratusan orang.
Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaida, kehilangan dukungan AS.
Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.
Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.
Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaida akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).
Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaida memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.
Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaida AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.
AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.
Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaida. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.
Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini, demikian AFP.
(SYS/M014)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011