Jakarta (ANTARA News) - Dana bergulir (revolving fund) yang nantinya akan dipergunakan untuk membebaskan lahan untuk jalan tol sampai saat ini belum ada kejelasan dari Departemen Keuangan dan DPR-RI. "Dana bergulir itu berasal dari APBN sehingga menjadi kewenangan Departemen Keuangan dan DPR-RI tetapi sampai saat ini belum mendapat persetujuan," kata Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Hisnu Pawenang di Jakarta, Kamis. Diakuinya, saat ini soal dana bergulir itu masih pro-kontra di DPR-RI sebagian menganggap agar penengakan hukum di bidang pertanahan yang lebih dipentingkan ketimbang harus mengambil dana dari APBN. Menurut anggota Komisi V DPR-RI, Enggartiasto Lukita, dana bergulir itu sebaiknya disalurkan untuk kebutuhan lain yang lebih mendesak diantaranya perbaikan jalan-jalan terutama di Kawasan Timur Indonesia yang sampai saat ini masih rusak bahkan terputus. Apabila masih ada spekulasi tanah, kata Enggar, harus ada sikap tegas dari pemerintah agar persoalan tersebut tidak berlarut-larut sehingga investor tol menjadi tidak percaya. Hisnu juga mengatakan bahwa nantinya untuk dana bergulir itu diserahkan kepada Badan Layanan Umum (BLU) tujuannya karena institusi tersebut tidak bertujuan mencari keuntungan tidak sepertihalnya perseroan. Dana bergulir tersebut sampai saat ini juga belum jelas apakah akan dipergunakan untuk membebaskan lahan tol seluruhnya atau hanya dikenakan jika harga lahan diluar perkiraan investor. Sehingga jika investor menyediakan Rp100 miliar untuk lahan, tetapi ternyata harganya menjadi Rp120 miliar, maka Rp20 miliar yang akan ditanggung dari dana tersebut. Sampai saat ini persoalan lahan masih menjadi ganjalan bagi investor jalan tol, hal ini dapat dilihat dari sebanyak 6 ruas dalam tender tahap I hanya tiga yang diminati, sementara dalam tender tahap II yang lolos prakualifikasi hanya empat. Salah satu yang menjadi preseden sehingga investor enggan adalah penyelesaian lahan Tol Hankam - Cikunir yang tertunda-tunda sehingga PT Jasa Marga mengalami kerugian karena jalan tersebut seharusnya sudah beroperasi awal tahun ini. Meskipun saat ini harga lahan sudah ditetapkan Walikota tetapi pelaksanaannya tidak mudah karena masih adanya perbedaan ongkos yang harus dikenakan antara Panitia Pengadaan Tanah (P2T) dengan Departemen Pekerjaan Umum.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006