"Kalau di bea masuk kita menuntut harmonisasi tarif, maka untuk listrik, kami menuntut rasionalisasi tarif PLN. Berbagai tarif (PLN) itu tidak rasional, dia bisa begitu karena monopoli," ujar Benny.
Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dengan tegas tetap menolak kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan minta berbagai tarif yang dikenakan PLN kepada pelanggan dirasionalisasi. "Kita tidak siap menerima kenaikan setetes pun. Kita tetap menolak. Kalau tetap dipaksakan (naik), itu namanya memaksakan kehendak," ujar Ketua Umum API Benny Sutrisno di Jakarta, Kamis, menanggapi kemungkinan pemerintah menaikkan TDL antara 15-20 persen. Dikatakannya, masih banyak opsi yang bisa dilakukan pemerintah untuk mencegah kenaikan TDL, antara lain dengan menambah subsidi TDL. "Subsidi dari mana? Dari APBN! APBN dari mana? Dari pajak! Jadi kita bayar langsung kenaikan TDL, tapi pajak diturunkan. Atau kita bayar pajak dinaikkan untuk bayar subsidi," ujarnya. Benny menilai kenaikan TDL akan mengancam kelangsungan banyak dunia usaha khususnya tekstil dan produk tekstil (TPT). "Kalau kita mati karena PLN, (pendapatan) pajak akan turun, padahal pajak memberi kontribusi sekitar 80 persen dari APBN," katanya. Lebih jauh Benny mengusulkan agar PLN juga mengganti penggunaan solar (BBM) untuk pembangkit listrik dengan MFO (marine fuel oil) yang lebih murah harganya, karena selama ini alasan kenaikan TDL akibat naiknya harga BBM. Berdasarkan pengalaman Dirut PT Apac Inti Corpora itu, penggunaan MFO jauh lebih murah dibandingkan solar untuk pembangkit listrik, karena harga MFO hanya Rp3.200 per liter, sedangkan solar industri Rp5.200 per liter. "Saya investasi pembangkit listrik dengan menggunakan MFO hanya sebesar 800 dolar AS per megawatt, sedangkan saya lihat buku PLN investasi dia bisa mencapai 1,4 juta dolar AS per megawatt," ujarnya. Ketua Umum API yang juga duduk di Komite Kadin Indonesia Bidang Standarisasi itu mendesak pemerintah merasionalisasi tarif PLN yang banyak itu mulai dari biaya beban tetap, pembayaran uang dimuka (biaya jaminan pelanggan), biaya beban puncak, dan pajak penerangan jalan umum (PPJU). "Kalau di bea masuk kita menuntut harmonisasi tarif, maka untuk listrik, kami menuntut rasionalisasi tarif PLN. Berbagai tarif (PLN) itu tidak rasional, dia bisa begitu karena monopoli," ujar Benny. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar ada perusahaan listrik lain di samping PLN. "PLN harus punya pesaing, tidak boleh monopoli," ujarnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006