Ambon (ANTARA News) - Puluhan masyarakat dari berbagai wilayah di kota Ambon, berbagi damai dalam Refleksi Badati Damai di kawasan Gong Perdamaian Dunia, Jumat malam (25/11).
Puluhan warga tersebut merupakan anggota sistem keamanan lingkungan (siskamling) yang aktif menjaga keamanan di wilayah tinggal masing-masing, pasca bentrok antar warga di Ambon, 11 September 2011. Sebagian di antaranya adalah korban ricuh 11 September lalu dan konflik horisontal di Maluku pada Januari 1999.
Hujan yang terus mengguyur kawasan Gong Perdamaian Dunia, tak menyurutkan semangat masyarakat untuk berkumpul dan bertemu dalam kegiatan yang diinisiasi oleh kelompok anak muda Islam-Kristen Ambon "Coffee Badati".
Mereka berkumpul untuk berbagi cerita dan pengalaman selama konflik berlangsung maupun sesudahnya, serta upaya-upaya yang telah dilakukan untuk menjaga keamanan di lingkungan masing-masing.
"Puteri saya yang baru berusia tujuh tahun terluka saat bentrok antar warga terjadi, tapi saya tidak ingin ada kelompok-kelompok tertentu yang disalahkan. Biarlah tangan anak saya menjadi lambang perdamaian," cerita Ridho Pattiasina, warga Petak Sepuluh - Mangga Dua, Kelurahan Air Mata Cina.
Ali Topan, pemuda asal desa Kate-Kate mengatakan, dirinya dan masyarakat Kate-Kate lainnya adalah pengungsi. Kawasan tinggal mereka terbentuk karena adanya konflik horizontal, Januari 1999.
"Pengalaman hidup dalam suasana rusuh mengajarkan banyak hal terhadap kami warga Kate-Kate. Ini saatnya untuk bicara damai," ucapnya.
Tidak hanya berbagi kisah, sambil memegang lilin, warga mengheningkan cipta dibawah guyuran hujan, dan mendengarkan pembacaan refleksi damai dalam bahasa tanah (bahasa leluhur orang Maluku) dan terjemahannya. Beberapa di antara mereka terlihat meneteskan air mata saat momen tersebut berlangsung.
Dengan berpegangan tangan, puluhan masyarakat itu, juga menuliskan pesan-pesan perdamaian dan membubuhkan tanda tangan di atas dua helai kain putih berukuran 2,5 meter.
Coffee Badati
Coffee Badati adalah kelompok gerakan perdamaian yang dibentuk oleh anak-anak muda Islam-Kristen Ambon, pasca terjadinya bentrok antar warga di kotanya, pada 11 September 2011.
Mereka aktif mengunjungi berbagai pos keamanan lingkungan (kamling) dan membagi-bagikan kopi, gula dan roti sebagai bentuk dukungan terhadap masyarakat yang ikut menjaga keamanan.
Tidak hanya membagi-bagikan kopi, gula dan roti, Coffee Badati juga merekam proses pertemuan mereka dengan anggota siskamling dalam narasi-narasi damai yang dipublikasikan di jaringan sosial media, dan newsletter yang disebarkan ke masyarakat lainnya.
Istilah "Badati" sendiri berasal dari bahasa leluhur orang Maluku yang artinya urunan, patungan atau secara besama-sama. (ANT)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011