"Sebenarnya tidak ada acuan berapa nilai tukar yang aman, tetapi yang penting adalah kestabilannya karena BI juga terus berjaga-jaga dengan fluktuasi nilai tukar Rupiah itu," kata Peneliti Ekonomi Madya Senior BI Medan, Mikael Budisatrio, di Medan, Jumat.
Untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah atas Dolar AS itu misalnya, BI mulai tanggal 2 Januari 2012 akan memberlakukan kebijakan pengamanan dalam Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan Dana Utang Luar Negeri (DULN) diluar kebijakan intervensi lain yang sudah dilakukan selama ini.
Kebijakan DHE adalah mewajibkan pengusaha memasukkan hasil devisa ekspornya ke perbankan yang beroperasi di dalam negeri.
Sementara DULN adalah mewajibkan pengusaha yang meminjam atau mendapatkan dana pinjaman dari luar negeri juga harus menyimpan uangnya di perbankan dalam negeri, bukan di bank luar negeri seperti yang sering terjadi selama ini.
"Dua kebijakan itu bertujuan menjaga pasokan valas di dalam negeri dan pencegahan pelarian dana ke luar negeri," katanya.
Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Laksamana Adiyaksa, menyebutkan, menguatnya Dolar AS atas Rupiah diakui satu sisi menolong eksportir dari turunnya harga ekspor berbagai komoditas.
Namun, kata dia, secara keseluruhan, berfluktuasinya nilai tukar Dolar AS atas Rupiah itu mengkhawatirkan pengusaha karena akhirnya mempersulit kalkulasi dalam kontrak jual-beli dan termasuk investasi di perusahaan.
Biasanya, kata dia, untuk operasional bisnisnya di tahun baru, pengusaha sudah membuat kalkulasi dalam berbagai bidang di perusahaannya menjelang akhir tahun.
"Kalau nilai tukar uang tidak stabil tentunya sulit membuat berbagai perhitungan," katanya.
Apalagi dewasa ini, pengaruh krisis ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa sudah dirasakan pengusaha meski belum terlalu besar.
"Pemerintah memang harus membuat berbagai kebijakan agar nilai tukar Rupiah dan Dolar AS stabil," katanya.
(T.E016/M034)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011