Risa mengemukakan hal tersebut dalam memperingati Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan yang jatuh pada 25 November 2011, di Jakarta, Jumat.
Menurut Risa, saat ini Indonesia memang telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan atau "Convention on the Elimination All Form of Against Women" (CEDAW).
"Sebagai komitmen Negara terhadap dunia internasional, sudah sepantasnya Indonesia serius dan menaruh perhatian lebih pada kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan," katanya.
"Sosialisasi perundang-undangan yang mengatur anti kekerasan terhadap perempuan harus semakin dipacu. Keberadaan undang undang efektifitasnya sangat tergantung pada pemahaman bersama antar masyarakat dan antara masyarakat dengan negara," tambahnya.
Kasus-kasus yang terjadi di masyarakat, lanjut penulis buku motivasi diri khusus perempuan itu, adakalanya tidak terselesaikan secara hukum karena belum dipandang sebagai prioritas oleh lingkungan dan aparatur negara.
"Sampai sekarang sering terdengar laporan-laporan masih dipandang sebagai persoalan domestik atau masalah yang tidak menjadi prioritas dan diharapkan diselesaikan secara damai. Apalagi menyangkut kekerasan psikis yang tidak berwujud secara fisik," kata Risa.
Ia mengatakan, kampanye dan sosialisasi oleh pemerintah masih harus diukur ulang keberhasilannya, serta target baru juga harus ditetapkan. "Contohnya tentang kekerasan psikis yang lebih rumit, harus diprogramkan agar menjadi kesadaran individu warga negara bahwa itu juga merupakan pelanggaran hukum," kata penulis novel Good Lawyer ini.
"Tugas berat negara adalah membongkar persepsi budaya yang keliru dan akhirnya menjustifikasi pelanggaran hukum atas kasus-kasus kekerasan yang menimpa perempuan. Di sektor kekerasan terhadap perempuan, masyarakat dan lembaga non pemerintah sendiri yang masih memimpin dan berapa di depan untuk memperjuangkannya, meski sudah ada perhatian negara tetapi masih banyak hal yang perlu dilakukan dan dipercepat," tandas Risa.
Para aktivis perempuan di dunia telah menandai tanggal 25 November sebagai hari untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan sejak tahun 1981. Sejalan dengan itu, tahun 1993, Kongres Feminis lnternasional mencanangkan bahwa setiap tahunnya selama 16 hari mulai 25 November -10 Desember sebagai masa kampanye penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Di Indonesia pun ini dilakukan oleh lembaga masyarakat yang bergerak di sektor advokasi bagi perempuan. Pada tanggal 17 Desember 1999, Majelis Umum PBB menetapkan tanggal 25 November sebagai "Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (Resolusi 54/134)".(*)
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011