Jakarta (ANTARA News) - Pelemahan nilai tukar rupiah yang sempat menyentuh angka Rp9.200 per dollar AS lebih diakibatkan karena adanya pengaruh dari krisis ekonomi di kawasan Eropa maupun AS.
"Kondisi ekonomi di kawasan AS dan Eropa hingga saat ini masih cukup rentan, dan ini berdampak terhadap pelemahan mata uang di kawasan Asia, termasuk Indonesia," kata Managing Director and Senior Economist Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan dalam Economic Briefing 2012 di Jakarta, Kamis (24/11).
Ditambahkannya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan masih akan bergejolak hingga satu sampai dua bulan ke depan.
Hal itu karena investor yang menempatkan dananya di Asia khususnya Indonesia juga terpengaruh kondisi ekonomi AS dan Eropa.
Akibatnya, lanjut Fauzi, sebagian besar investor kemudian menjual dan melepas portofolionya untuk menutupi kerugiannya di Eropa atau AS sehingga rupiah terus melemah.
Selain itu, yang membuat rupiah terus bergejolak adalah jika Uni Eropa, IMF, serta negara-negara Eropa yang bermasalah tidak bisa menyelesaikan atau meredam krisis ekonominya sehingga berdampak negatif pada sentimen global.
Hal itu juga bisa memberikan dampak negatif terhadap pasar modal di Asia dan investor.
"Untuk mengatasi hal itu, diperlukan kesadaran politik dari para pemimpin di negara-negara kawasan Eropa yang mengalami masalah perekonomian, karena yang membuat krisis di Eropa sulit diredam adalah konflik politik," ujarnya.
Ia memperkirakan, keseimbangan nilai tukar rupiah kemungkinan baru akan terjadi dalam enam hingga sembilan bulan ke depan.
Dalam kurun waktu itu, kemungkinan rupiah akan menguat pada level Rp8.400 per dolar AS.
Namun demikian, diakuinya, Indonesia masih memiliki fundamental ekonomi yang sangat baik sehingga pada 2012 nilai tukar rupiah bisa segera menguat asalkan tidak terjadi resesi di kawasan Eropa.
"Pada akhir 2012 rupiah masih kemungkinan bisa terjaga karena fundamental ekonomi kita yang kuat, tapi kita juga perlu mewaspadai krisis yang terjadi, asalkan Eropa tidak mengalami resesi, nilai tukar kita bisa terus membaik," katanya. (ANT-135/E008)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011