Jakarta (ANTARA) - Pengetatan moneter yang sedang diterapkan bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed), serta lonjakan harga minyak dan pangan, dapat menjerumuskan negara-negara dunia ketiga ke dalam kebangkrutan dan mendorong mereka untuk menjual aset-aset publik kepada investor Amerika.
Neraca pembayaran negara-negara Afrika dan Amerika Latin akan mengalami defisit karena adanya arus kas keluar investasi, serta harga minyak, pangan, dan utang luar negeri yang lebih tinggi, kata Michael Hudson, profesor ekonomi di Universitas Missouri-Kansas City dalam wawancara dengan Xinhua pada Senin (2/5).
The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin pada Rabu (4/5) menyusul kenaikan awal sebesar 25 basis poin pada pertengahan Maret, saat putaran pengetatan moneter terbaru dimulai.
Negara-negara berkembang yang menderita akibat memburuknya neraca pembayaran dapat dipaksa untuk menjual aset-aset mereka di domain publik, guna memperoleh pinjaman dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), menurut ekonom yang juga menjabat sebagai Presiden Institut Studi Tren Ekonomi Jangka Panjang (Institute for the Study of Long-Term Economic Trends/ISLET) tersebut.
"IMF akan mengatakan, baik, kami akan memberikan pinjaman uang kepada Anda, namun jika kami meminjamkan Anda uang, Anda harus menjual apa pun yang tersisa dari domain publik Anda kepada investor Amerika," tuturnya.
"Semua infrastruktur, cadangan mineral, lahan, hutan Anda, semua yang Anda miliki, Anda harus menjualnya demi memperoleh uang untuk memberi makan diri Anda sendiri," imbuh Hudson.
Pada dasarnya, AS menggunakan kebijakan moneter dengan atau melalui The Fed untuk membuat negara-negara dunia ketiga bangkrut, urai Hudson kepada Xinhua.
AS memperoleh keuntungan sejak 1970-an dengan memanfaatkan hegemoni dolar, menurut Hudson. Ekonom tersebut juga menyoroti peningkatan kesenjangan kekayaan di AS.
Sejak 2008, perekonomian AS pada umumnya mengalami keruntuhan yang lambat dengan menurunnya standar hidup dan hampir semua pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan kekayaan mengalir ke satu persen populasi AS.
"Jadi, 99 persen perekonomian melambat dan mengalami keruntuhan. Hal itu akan berjalan semakin cepat," kata Hudson.
Ekonomi para pemilik rumah, pemilik gaji, pelajar, dan kalangan lainnya yang terlilit utang sedang menyusut dan pemerintah berupaya menyalahkan hal itu kepada Rusia, menurut Hudson.
"Mereka berupaya agar masyarakat tidak menyadari bahwa masalahnya terletak pada satu persen (populasi) yang menjadi kaya dengan menetapkan klaim kreditur kepada ekonomi yang terlilit utang pada umumnya," papar Hudson.
Stimulus senilai triliunan dolar AS di Amerika sejak awal merebaknya pandemi COVID-19 menguntungkan satu persen populasi, monopoli, industri real estat, dan perusahaan modal swasta, menurut Hudson.
Pewarta: Xinhua
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022