Phnom Penh (ANTARA News) - Seorang pemimpin penting Khmer Merah yang disidangkan atas tuduhan genosida dan kejahatan lainnya selama rezim brutal tahun 1970-an mengemukakan dalam sidang di pengadilan pidana , Selasa bahwa tuduhan-tuduhan tehadap dirinya tidak benar.
"Semua tuduhan yang dikemukakan dalam sidang pembukaan itu tidak benar. Sikap saya dalam revolusi itu adalah untuk kepentingan negara dan rakyat," kata Nuon Chea, yang dianggap sebagai pemimpin ideologi rezim itu.
Sidang pembukaan dimulai Senin dalam pengadilan yang lama ditunggu di Phnom Penh memeriksa "Saudara Nomor Dua" Nuon Chea, bersama dengan mantan kepala negara Khieu Samphan dan mantan menteri luar negeri Ieng Sary.
Semua terdakwa membantah tuduhan-tuduhan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida atas pembunuhan lebih dari dua juta orang selama pemerintah Khmer Merah 1975-1979.
Dengan dipimpin "Saudara Nomor Satu" Pol Pot, yang meninggal tahun 1998, rezim komunis itu mengosongkan kota-kota, menghapuskan uang dan agama dan membunuh hampir seperempat penduduk Kamboja dalam usaha mewujudkan negara agraria.
Jaksa internasional Andrew Cayley dalam dakwaan sebelumnya di pengadilan itu menuduh Nuon Chea dan dua terdakwa lainnya "mencuri waktu" dan "pembunuh bersama" seluruh generasi Kamboja.
"Tidak seorangpun di negara ini yang selamat atau tidak terkena dampak oleh perbuatan yang telah dilakukan tiga orang tua ini," kata Cayley.
Nuon Chea tidak menunjukkan emosi ketika dikonfrontasikan dengan satu klip pendek video yang diambila gambarnya dalam dekade lalu, di mana dia membela pembersihan-pembersihan berdarah rezim itu dan menyebut para korban adalah "para pengkianat".
Para jaksa menunjukkan gambar Nuon Chea, yang dibuat dari dokumentasi tahun 2009 "Musuh-musuh Rakyat" untuk mndukung klaim mereka bahwa gerakan itu memiliki kebijakan memnbunuh musuh-musuh dan mereka yang dianggap sebagai tidak setia.
"Jika para pengkhianat ini hidup rakyat Khmer akan dihabisi jadi saya berani menyatakan keputusan saya tepat," kata Chea dengan tenang kepada seorang wartawan Kamboja dalam klip itu.
"Jika kami menunjukkan belas kasihan kepada orang-orang itu, negara akan hancur," demikian AFP.
(H-RN/M014)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011