La Paz (ANTARA News) - Bolivia, produser kokain nomor tiga dunia, Senin mengatakan pihaknya tidak akan mengizinkan para agen anti-narkoba Amerika Serikat kembali beroperasi kendatipun para pejabat pemerintah bekerja sama dengan Washington mengenai rencana untuk menumpas perdagangan narkotika.
Bolivia dan AS awal bulan ini sepakat untuk mengatasi perbedaan mereka dan memulihkan hubungan diplomatk penuh tiga tahun setelah presiden negara Andean itu mengusir duta besar dan Badan Anti-Narkoba (DEA).
Sebagai bagian dari perjanjian itu, mereka berjanji untuk bekerja sama menangani produksi narkoba yang ilegal dan perdagangannya, tetapi Menteri Pemerintah Wilfredo Chavez mengatakan staf DEA tidak akan diizinkan kembali ke negara Andean itu.
"DEA tidak akan kembali karena dampak dari kehadiran mereka di negara itu, akibat peran yang mereka lakukan," kata Chavez ketika menggariskan satu rencana anti-narkoba yang dirundingkan dengan Brazil dan Amerika Serikat.
Presiden Bolivia Evo Morales, mantan petani koka dan pengecam keras kebijakan luar negeri AS di Amerika Latin berulang-ulaang menuduh DEA bekerja sama dengan para pesaing politiknya dari kelompok kanan.
Chavez menolak menyebutkan tentang rencana yang sedang dibicarakan, dengan hanya mengatakan itu menyangkut fokus jauh lebih operasional" dan akan termasuk monitoring digital tanaman koka.
Perjanjian itu menurut rencana ditandatangani pekan lalu tetapi Chavez mengatakan Bolivia meminta dilakukan beberapa perubahan dokumen itu pada saat terakhir untuk mnjamin "pengawasan mutlak dan pengendalian penuh" atas perang terhadap narkoba di wilayahnya.
Bolivia adalah produser terbesar ketiga kokain setelah Kolombia dan Peru, dan program-program pembasmian koka dipercepat akibat meluasnya tanaman baru, yang mengancam bahaya di negara tetangga Brazil serta Amerika Serikat, demikian Reuters.
Kedua negara itu adalah pasar-pasar penting bagi kokain.
(Uu.H-RN/H-AK)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011