BTPN berhasil menang karena menunjukkan konsep pertumbuhan perusahaan yang berbeda dengan perusahaan lain.

Jakarta (ANTARA News) - Perbankan Indonesia diyakini mampu bersaing di kawasan Asia Tenggara terbukti dari gelar yang didapat dua bank Indonesia dalam Asean Bussiness Award (ABA) belum lama ini.

"Ini indikator bahwa perbankan Indonesia mampu bersaing di ASEAN dan siap menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN, karena sejak 2007 baru tahun ini perbankan Indonesia menang," kata pengamat ekonomi Rofikoh Rokhim di Jakarta, Selasa.

Rofikoh merupakan juri dari Indonesia yang ditunjuk Sekretariat Asean bersama 13 juri lain yang mewakili 11 negara anggota ASEAN lainnya.

Menurut Rofikoh, proses penjurian ABA sangat ketat, karena sejak awal perusahaan yang dinilai merupakan hasil seleksi oleh Sekretriat Asean untuk mewakili negaranya, kemudian jika bersedia untuk mengikuti penjurian, peserta diminta menyediakan semua data.

Dari data yang ada, kemudian dilakukan wawancara ke direksi perusahaan tersebut, yang hasilnya lalu diperiksa ketepatannya di lapangan.

"Penjurian sangat ketat dan persaingan antar-perusahaan untuk menunjukkan keunggulannya berlangsung seru, karena setiap negara mengajukan perusahaan yang terbaik dan juri yang ditunjuk negaranya juga berjuang mempertahankan keunggulan itu," katanya.

Untuk kategori perusahaan besar, perusahaan Indonesia yang memperoleh penghargaan adalah PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) untuk nomor 2 kategori pertumbuhan perusahaan, PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk untuk nomor 2 kategori sumber daya manusia, dan PT Kalbe Farma untuk nomor 1 kategori inovasi.

Menurut Rofikoh, BTPN berhasil menang karena menunjukkan konsep pertumbuhan perusahaan yang berbeda dengan perusahaan lain, yaitu pertumbuhan berkesinambungan atau sustainable growth yang mengacu pada pertumbuhan perusahaan yang bermanfaat luas.

"BTPN menunjukkan bahwa growth bukan cuma profit tetapi juga harus bermanfaat bagi industri, UMKM dan pertumbuhan ekonomi. Paparan dari direksi BTPN waktu itu berkesan sekali," katanya.

Pertumbuhan BTPN 2008-2010 yang pesat menjadi salah satu bahasan penting oleh dewan juri ABA dan Ernst & Young sebagai strategic partner. Pertumbuhan aset BTPN dari akhir 2007 hingga akhir 2010 mencapai 226 persen, yaitu dari Rp10,58 triliun per akhir Desember 2007 menjadi Rp34,523 triliun pada periode yang sama di 2010.

Sementara kredit tumbuh 197 persen dari Rp7,850 triliun menjadi Rp23,328 triliun.

Selain pertumbuhan aset dan kredit, BTPN juga membukukan pertumbuhan permodalan. Ekuitas BTPN meningkat 241 persen dari Rp1,238 triliun per akhir 2007 menjadi Rp4,217 triliun per akhir 2010.

Per akhir September 2011, aset BTPN mencapai Rp43,4 triliun. Total kredit Rp28,5 triliun dengan rasio kredit bermasalah (NPL) 0,45 persen. Rasio permodalan BTPN sangat solid dengan CAR mencapai 20,9 persen. Laba bersih per akhir September 2011 mencapai Rp958,7 miliar.

Sedangkan BNI, lanjut Rofikoh mampu menjelaskan konsep ketenagakerjaan sebagai bagian dari strategi perusahaan, sehingga meletakkan karyawan sebagai mitra utama dari perusahaan.

Rofikoh menilai, dari segi kualitas, perbankan Indonesia tidak kalah bersaing dengan perbankan di negara ASEAN lainnya, dan hanya perlu memberikan tekanan pada produk yang dijualnya sehingga bisa menciptakan imaji yang menarik.

"Juri lain juga menilai perusahaan dan perbankan Indonesia harus lebih pandai membangun produk dan membangun imaji perusahaannya, seperti dengan terus memakai tulisan `Made in Indonesia' sebagai sebuah imaji," katanya.

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011