Tunis (ANTARA News) - Tiga partai utama Tunisia telah menyusun perjanjian pembagian kekuasaan, Senin, 10 bulan setelah tergulingnya pemimpin negara Afrika utara itu, Zine el Abidine Ben Ali.
Hamadi Jebali dari partai Islam moderat Ennahda, yang mendapat suara terbanyak dalam pemilihan bulan lalu, akan menjabat sebagai perdana menteri, sementara jabatan penting lainnya, presiden dan ketua majelis konstituate yang baru dibagi antara dua partai sayap kiri, lapor AFP.
Moncef Marzouki dari partai kiri Kongres untuk Partai Republik (CPR) akan menjadi presiden, dan Mustapha Ben Jaafar dari partai Ettakatol akan memimpin badan yang ditugasi untuk merancang konstitusi baru.
Majelis yang memiliki 217 anggota itu akan bertemu untuk pertama kalinya pada Selasa guna mengesahkan ketiga jabatan tersebut.
Jebali, 63, seorang Islam moderat, yang pemimpinnya, Rached Ghannouchi, telah dihubungkan dengan sikap yang lebih keras dalam Islam.
Kredibilitas Jebali datang sebagian dari kenyataan bahwa ia telah menghabiskan 15 tahun dalam penjara Ben Ali. Ia berbicara fasih dalam bahasa Prancis dan telah berusaha untuk menghilangkan ketakutan bahwa partainya ingin menerapkan aliran Islam yang tidak toleran.
Marzouki, 66, juga memiliki catatan panjang perlawanan terhadap Ben Ali. Ia, seorang dokter dan bekas pemimpin liga hak asasi manusia Tunisia, pertama dipenjarakan dan kemudian dipaksa pergi ke pengasingan hingga jatuhnya diktator itu.
Ben Jaafar, 71, telah dilukiskan oleh koleganya sebagai tangan baja di dalam sarung beludru. Sementara bakatnya untuk berdialog dan sikapnya yang sopan telah menjauhkannya dari penjara Ben Ali, ia tidak pernah memberikan satu incipun prinsip-prinsipnya, kata koleganya.
Majelis konstituante itu didominasi oleh Ennahda, partai yang diilhami oleh Ikhwanul Muslimin, dengan 89 kursi, sementara partai CPR dan Ettakatol menguasai 29 dan 20 kursi masing-masing.
Beberapa sumber mengatakan jabatan-jabatan kementerian juga telah ditentukan sambil menunggu persetujuan majelis tersebut.
Protes di Tunisia telah menimbulkan gelombang demonstrasi pro-demokrasi di kawasan (Timur Tengah dan Afrika Utara) yang dikenal sebagai Arab Spring. (S008)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011