Jakarta (ANTARA) - Hari Buruh pada tanggal 1 Mei 2022 ini perlu menjadi momentum untuk meningkatkan perlindungan terhadap pekerja kapal perikanan, yang masih kerap menjalani kondisi kerja yang tidak selaras dengan standar perlindungan HAM.
"Peringatan Hari Buruh Internasional yang diperingati tanggal 1 Mei sebaiknya menjadi momentum bagi pemerintah, pelaku usaha dan serikat buruh perikanan untuk melakukan refleksi dan perbaikan atau perubahan tata kelola awak kapal perikanan Indonesia baik yang bekerja di dalam negeri maupun migran," kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia Moh Abdi Suhufan dalam keterangan di Jakarta, Minggu.
Ia mengemukakan, menurut statistik Organisasi Buruh Internasional atau ILO, setidaknya 24.000 orang meninggal dan 24 juta orang terluka setiap tahun di kapal penangkap ikan komersial.
Dalam konteks Indonesia, lanjutnya, selain ancaman kesehatan dan keselamatan, pemenuhan aspek perlindungan ketenagakerjaan awak kapal perikanan secara holistik masih jauh dari memadai.
Menurut dia, walaupun sejumlah aturan perlindungan awak kapal perikanan telah dikeluarkan oleh pemerintah, tetapi konsistensi dan pengawasan pelaksanaan aturan tersebut dinilai masih jauh dari harapan.
Abdi Suhufan mengatakan bahwa perbaikan tata kelola awak kapal perikanan perlu dilakukan pada empat titik rawan sekaligus.
"Perbaikan paling tidak dilakukan pada empat titik rawan dari rantai pekerjaan di kapal ikan yaitu rekrutmen dan penempatan, kondisi saat bekerja, sistem pengupahan, dan sertifikasi atau kompetensi," kata Abdi.
Dalam konteks ABK migran Indonesia, industri perikanan tangkap global saat ini masih menghadapi tekanan dari dampak COVID-19. Hal ini menyebabkan masih banyak ABK Indonesia yang tertahan di luar negeri, bekerja tanpa kontrak dan upah serta menghadapi ancaman kekerasan.
Sementara kondisi ABK domestik, masih menurut dia, walaupun pemerintah telah mengeluarkan ketentuan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 33/2021 tentang tata kelola Awak Kapal Perikanan, tapi terdapat sejumlah ketentuan yang tidak sinkron dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 36/2021 tentang Pengupahan.
Dalam ketentuan Permen KKP, aturan dan besaran upah Awak Kapal Perikanan dibayarkan dengan sistem gaji bulanan atau bagi hasil, Namun mekanisme bagi hasil seperti apa tidak detil diatur dan diserahkan sesuai kesepakatan pemberi kerja dan pekerja.
"Ini rawan dan merugikan awak kapal perikanan sebab relasi antara ABK dan pemilik kapal selalu dalam posisi yang tidak imbang,” kata Koordinator Nasional DFW Indonesia.
Dia juga menyoroti tentang ketentuan upah bulanan yang minimal setara dengan Upah Minimum Provinsi namun banyak yang diberikan di bawah UMP, sedangkan pengawasan pemerintah terhadap sistem pengupahan bagi ABK sangat minim.
Koordinator Program DFW Indonesia, Imam Trihatmadja mendorong pemerintah untuk memperbaiki standar rerkrutmen awak kapal perikanan.
Baca juga: Presiden: Roda ekonomi bergulir berkat kerja keras para pekerja
Baca juga: Hari Buruh, aliansi SP dan LSM dorong ratifikasi Konvensi ILO No.190
Baca juga: Peringati May Day, BPJAMSOSTEK berbagi sembako Ramadhan
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022