"Perbanyakan secara "in vitro" dianggap menjadi salah satu alternatif untuk menghasilkan bahan tanam manggis," kata pakar pertanian dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Innaka Ageng Rineksane di Yogyakarta, Sabtu.
Menurut dia, perbanyakan secara "in vitro" memiliki beberapa kelebihan. Salah satunya adalah pembuahan yang cenderung lebih cepat terjadi dibandingkan dengan pembuahan yang terjadi dari biji alami.
"Jika dari biji alami, pembuahan bisa sampai sepuluh tahun, tetapi dengan `in vitro`, lima tahun sudah bisa berbuah. Tanamannya pun tidak terlalu tinggi, sesuai dengan tinggi tubuh si pemanen," katanya.
"Perbanyakan secara "in vitro" perlu dilakukan, karena perkembangan manggis menghadapi beberapa kendala, di antaranya pertumbuhan tanaman yang lambat, rambut akar yang sedikit, buah yang bersifat musiman, dan biji yang dihasilkan per buah sedikit," katanya.
Ia mengatakan, manggis yang mendapat julukan "ratu buah" itu memiliki kandungan antioksidan seperti xanthone, alpha, dan beta mangostin pada kulitnya, yang bermanfaat sebagai antikanker.
Buahnya dapat dikonsumsi dalam bentuk buah segar maupun olahan (jus) sebagai minuman kesehatan atau suplemen. Permintaan yang terus meningkat itu tampaknya tidak diimbangi dengan jumlah produksi buah yang seimbang.
Menurut dia, sampai saat ini manggis masih dikumpulkan dari area pekarangan yang dipanen dari kebun rakyat.
"Akibatnya, ketersediaan manggis di pasaran terbatas dan belum memiliki standar laiknya buah perkebunan komersial. Padahal, permintaan terhadap buah tersebut cukup banyak," kata Innaka. (ANT)
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2011