Jakarta (ANTARA) - Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Theo Litaay mengatakan pentingnya sistem pengawasan internal beasiswa yang ketat, pembenahan pendataan siswa serta penanganan masalah internal yang selama ini meliputi penyelenggaraan beasiswa Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
“Perlu sistem pengawasan internal beasiswa yang ketat, pembenahan pendataan siswa serta penanganan masalah internal yang selama ini meliputi penyelenggaraan beasiswa Otsus Papua,” ujar Theo Litaay dalam keterangan tertulis dari KBRI Wellington yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Pernyataan tersebut disampaikan Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Theo Litaay dalam Webinar Special Peace Dialogue (SEPEDA) kedua pada Jumat (29/4).
Selain itu, lanjut dia, koordinasi dan komunikasi yang efektif dan efisien dengan seluruh pihak terkait perlu diterapkan.
Baca juga: Kemendagri kirim tim pastikan kelanjutan beasiswa mahasiswa Papua
Baca juga: Kemendikbudristek berikan beasiswa bagi siswa berprestasi PON Papua
Di tengah polemik terkait pemulangan para pelajar asal Papua penerima beasiswa Otonomi Khusus dari berbagai negara di luar negeri, pada Jumat (29/4), diskusi yang bertajuk “Beasiswa bagi Papua: Membangun Negeri dari Timur Indonesia” diadakan oleh Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) chapter Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.
Diskusi tersebut menghadirkan Direktur LPDP Dwi Larso,
Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Theo Litaay, dan Koordinator Fungsi Politik KBRI Wellington Indah Nuria Savitri. Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia Aisha Kusumasomatri hadir sebagai moderator.
Dalam webinar ini, Koordinator Fungsi Politik KBRI Wellington Indah Nuria menyampaikan guliran pemulangan para pelajar di Selandia Baru, berawal dari surat BPSDM tertanggal 17 Desember 2021 kepada 42 pelajar penerima beasiswa asal Papua tentang penghentian beasiswa per 31 Desember 2021.
Pemulangan ini merupakan hasil evaluasi yang diselenggarakan BPSDM dengan berpegang pada hasil evaluasi akademis, durasi menjalankan pendidikan dan disiplin para siswa.
Dalam perkembangannya, terdapat reaksi dari para pelajar dan guliran di media yang sampaikan narasi yang kerap keliru dan misleading.
Selain itu, KBRI telah menemui berbagai pihak di dalam negeri maupun Selandia Baru termasuk Kementerian/Lembaga terkait, Kemlu serta Imigrasi Selandia Baru, Koordinator Pelajar, para pelajar, parlemen dan lainnya.
Disampaikan pula permasalahan dan berbagai tantangan yang dihadapi termasuk proses seleksi, penentuan jurusan yang mismatch, mekanisme penyaluran dana, evaluasi dan pengawasan dan koordinasi yang kurang dengan pihak terkait.
Direktur LPDP menyampaikan pelaksanaan beasiswa LPDP yang selama ini telah sukses menyalurkan beasiswa ke pelajar terbaik di Indonesia, termasuk yang berasal dari Provinsi Papua dan Papua Barat.
Disampaikan pula bahwa terdapat peningkatan pendaftar beasiswa LPDP sebanyak 300 persen di Papua dan Papua Barat di tahun 2022 maupun berbagai program afirmasi.
Sementara wakil Kantor Staf Presiden sampaikan berbagai koordinasi yang dilakukan pihak terkait di pusat untuk membahas dan mencoba mencari solusi masalah ini.
Disoroti pula narasi keliru yang kerap menghubungkan masalah beasiswa dengan implementasi kebijakan otonomi khusus yang baru.
Pada sesi diskusi, sejumlah peserta yang berasal dari Papua menyatakan bahwa kendala terbesar yang dihadapi di lapangan antara lain proses seleksi yang tidak komprehensif dan dirasa belum merata; kesempatan untuk mendapat beasiswa; dan sistem pendidikan di Papua yang perlu terus diperkuat dan dibenahi.
Baca juga: Kemenag beri beasiswa untuk 330 mahasiswa Papua
Baca juga: Pemprov Papua salurkan beasiswa pendidikan untuk 12 perguruan tinggi
Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022