Mamuju (ANTARA News) - Anggota Komite III DPD RI, H.Syibli Sahabuddin menilai pelaksanaan otonomi daerah yang dicetuskan oleh pemerintah pusat, penerapannya belum maksimal sesuai harapan masyarakat di daerah.

"Saya bisa simpulkan bahwa pelaksanaan otonomi daerah (Otoda) masih setengah hati. Ini kami simpulkan sesuai hasil kajian DPD terkait pembuatan undang-undang DPR RI dan pemerintah untuk memberdayakan masyarakat di daerah," katanya saat dihubungi, di Mamuju, Sabtu.

Otoda yang setengah hati tersebut, kata dia, menyebabkan banyak daerah merasa tidak puas atau kurang senang.

Ia memberikan contoh, dalam kajian DPD RI ditemukan ada sekitar 84 Undang-Undang, setelah diketuk di DPR RI tidak dapat dilaksanakan di daerah karena tidak mengakomodir dan memberdayakan kepentingan lokal.

"Undang-Undang yang disahkan DPR RI sangat tidak relevan dengan kepentingan daerah sehingga kami menganggap undang-undang Otoda itu tidak optimal," jelasnya.

Syibli menyampaikan, keberadaan DPD RI sesungguhnya hanya menjadi penyeimbang kesepakatan antara DPR RI dan pemerintah.

"Tentu kami selaku DPD RI adalah penyeimbang dan akan menyuarakan aspirasi tersebut," katanya.

Padahal, kata dia, pembuatan satu Undang-Undang saja biayanya sangat mahal dengan kisaran hingga mencapai puluhan juta rupiah.

Nah, jika 84 Undang-Undang yang dibuat tidak relevan dengan kepentingan di daerah maka itu adalah pemborosan anggaran.

Oleh karena itu, kata dia, pihaknya selaku anggota DPD RI akan membawa aspirasi ini agar pelaksanaan otonomi daerah itu sesuai dengan apa yang menjadi kepentingan lokal di daerah.

"Ini harus menjadi perhatian serius oleh pemerintah pusat agar pemberlakuan otonomi itu berjalan secara optimal. Jika tidak, maka negara ini akan menghadapi berbagai masalah baru dan bahkan tidak menutup kemungkinan 15 tahun ke depan akan menyerupai Uni Soviet," katanya. (ACO/E008)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011