Deputy Country Director UNDP Stephen Rodriques dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa bantuan itu digunakan untuk mendanai fase kedua proyek Pemberdayaan Hukum dan Bantuan bagi masyarakat tertinggal (Legal Empowerment and Assitance for the Disadvantage/LEAD).
"Program ini terbukti telah berhasil di Aceh, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah," ujarnya
Stephen menjelaskan, lebih dari 450.000 penduduk yang menghadapi masalah hukum di Indonesia, seperti perselisihan, diskriminasi, dan korupsi telah menerima manfaat dari program LEAD ini.
"Mereka mendapatkan manfaat melalui pendirian pos-pos bantuan hukum masyarakat, pelatihan untuk pendamping bantuan hukum, penerbitan peraturan bupati tentang standar pelayanan minimal di Kota Ternate, dan pengarusutamaan gender dalam perencanaan pemerintah provinsi di Palu," ujarnya.
Direktur UNDP Indonesia, Beate Trankmann, menambahkan bahwa kerjasama Bappenas-UNDP diharapkan memberikan hasil yang lebih signifikan bagi masyarakat miskin dan terpinggirkan, termasuk perempuan untuk mendapatkan akses hukum dan keadilan di Indonesia.
"Program SAJI ingin berkontribusi pada kemajuan Indonesia dewasa ini dalam mengatasi tantangan penting pembangunan, khususnya dalam kaitan perlindungan dan kesejahteraan bagi penduduk miskin dan rentan," ujar Stephen.
Beate mengemukakan, UNDP dan Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya akses terhadap keadilan untuk mengatasi masalah kemiskinan.
Saat ini, Indonesia dianggap telah mencapai kemajuan signifikan dalam pembangunan, namun setengah dari 240 juta populasi penduduk masih berpenghasilan kurang dari dua dollar AS per hari dan perempuan seringkali menjadi golongan yang rentan terhadap ketidakadilan.
"Kesadaran hukum dan juga kemampuan warga untuk menuntut hak-haknya masih terhitung rendah," ujar Beate.
Untuk itu, program SAJI akan meneruskan inisiatif yang sudah dilaksanakan dalam LEAD dengan melanjutkan pengintegrasian Strategi Nasional Akses Terhadap Keadilan ke dalam regulasi, rencana kerja dan anggaran kementerian lembaga yang terkait, dan mendirikan serta memperkuat sistem bantuan hukum.
Selain itu inisiatif juga dilakukan untuk mekanisme pengaduan masyarakat yang memungkinkan warga miskin dan terpinggirkan mendapatkan akses pada pelayanan dan program yang dibutuhkan.
Sejak 2007 UNDP telah mendapatkan bantuan dana sebesar 10,5 juta dolar AS untuk mendukung fase kedua proyek Pemberdayaan Hukum dan Bantuan bagi masyarakat tertinggal LEAD.
Berdasarkan data dari UNDP, bantuan dana tersebut berasal dari Belanda senilai 3,22 juta dolar AS, Swedia 4,48 juta dolar AS, dan Norwegia 2,8 juta dolar AS.
Salah satu program dari LEAD adalah mengevaluasi program pemerintah "Desa Sadar Hukum" yang digagas oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Kepala Pusat Penyuluhan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM, Bambang Palasara, menjelaskan bahwa sejak tahun 1993 telah terdapat 1312 desa sadar hukum.
Menurut dia, pemerintah setiap tahun merencanakan target penambahan sekitar 150 desa sadar hukum baru, namun realisasi pada tahun ini telah melebihi target yaitu mencapai 312 desa sadar hukum.
"Jadi, yang menentukan desa sadar hukum itu pemerintah daerah, sedangkan di kita itu memberikan penghargaannya. Ini yang belum dievaluasi. Nanti kalau kita yang melakukan, dianggap tidak objektif. Untuk itu perlu penilai yang objektif, di sini UNDP masuk lewat program tersebut," ujarnya.
Lima kriteria yang diperlukan untuk menjadi desa sadar hukum, antara lain penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di atas 90 persen, tidak ada perkawinan di bawah umur, tingkat kriminalitas rendah, bebas narkoba, dan kesadaran terhadap lingkungan hidup.
Hingga saat ini provinsi yang memiliki desa sadar hukum paling rendah adalah Kepulauan Riau, sementara provinsi yang paling banyak adalah Bali, Jawa Barat, dan Yogyakarta. Menurut rencana pada 2014, seluruh desa di Indonesia bisa menjadi desa sadar hukum. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011