Jakarta (ANTARA News) - Walhi meminta semua pihak menahan diri guna menghindari jatuhnya korban, berkaitan dengan insiden bentrokan antara warga, aparat kepolisian, dan petugas keamanan perusahaan tambang Freeport di kabupaten Mimika, Selasa sore (21 Februari 2006). "Persoalan ini harus dilihat secara seksama dan menghindari upaya-upaya yang dapat menimbulkan reaksi keras dan memancing timbulnya insiden yang lebih buruk," kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Chalid Muhammad dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu. Walhi meminta kepada Panglima TNI dan Kapolri agar memerintahkan anak buahnya untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat memancing kemarahan warga. Walhi juga meminta tokoh-tokoh masyarakat Papua untuk turun ke lapangan dan melakukan pendekatan kepada warga agar korban tidak berjatuhan baik di kalangan masyarakat, aparat, maupun karyawan perusahaan. Insiden ini, menurut siaran pers tersebut, berawal dari upaya petugas keamanan yang diiringi aparat kepolisian mencoba menghalau ratusan warga yang selama setahun mendulang emas di endapan tailing Freeport di mil 72/74 Selasa sore. Upaya penghalauan ini menimbulkan insiden perkelahian yang menjurus pada bentrokan hebat antar warga dengan aparat kepolisian dan petugas keamanan. Setidaknya tiga orang warga tertembak dan dirawat di rumah sakit Tembagapura. Korban jatuh juga terjadi pada aparat kepolisian dan petugas keamanan perusahaan. Hingga Rabu pagi, wilayah ridge camp 72 masih diblokir oleh sekitar ratusan warga. Sejak subuh, warga berdatangan dari desa-desa sekitar ridge camp memacetkan produksi Freeport. Warga menuntut agar James Moffet, Ketua Dewan Komisaris Freeport McMoran datang dan berunding dengan warga. Warga mengancam akan terus memblokade wilayah ridge camp jika Moffet tidak turun dan berunding dengan warga. PT. Freeport dikenal dengan aktivitasnya di bidang pertambangan tembaga serta turunannya emas dan perak, namun citra perusahaan itu tercemar berkaitan dengan sejumlah pelanggaran lingkungan dan pelanggaran HAM. Pelanggaran lingkungan yang terjadi menyebabkan warga setempat kehilangan penghidupan bertahun-tahun akibat perampasan tanah, teror, dan pencemaran. Hal ini pula yang mendorong warga terpaksa mengais-ngais emas dari limbah PT. Freeport. Itu pun, harus beresiko kemungkinan berhadapan dengan petugas keamanan dan aparat negara. Freeport juga telah dituduh berulang kali atas keterlibatannya dalam membayar aparat keamanan, kepolisian maupun TNI berkaitan dengan pengamanan operasi. Laporan resmi Freeport menjelaskan jutaan dollar yang telah dibayarkan kepada para petinggi TNI dan Kepolisian.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006