"Kami tidak ingin mengintervensi jalannya persidangan, namun terkait permintaan hakim agar terdakwa Azim M. Ali menganti kedua penasehat hukumnya, karena terdaftar dalam (DCT) KPU Karimun, merupakan bukti bahwa ketua majelis hakim itu salah tafsir," ucapnya usai menghadiri acara Rapat Koordinasi LSM se-Kabupaten Karimun di TBK, Rabu.
Zulfikri mengharapkan Ketua PN TBK, bisa lebih cermat memahami UU Pemilu, sehingga caleg yang kebetulan berprofesi sebagai pengacara tidak dirugikan.
Dia menjelaskan dalam Pasal 50 huruf (l) UU No 10 tahun 2008, memang menyebutkan bahwa akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), tidak berpraktek dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota
DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sesuai peraturan perundang-undangan," jelasnya.
Akan tetapi profesi itu baru ditinggalkan setelah, caleg tersebut terpilih menjadi anggota legislatif, bukan saat pencalonan.
"Kesimpulan itu kami dapatkan, hasil koordinasi kami dengan KPU provinsi dan KPU pusat, jadi tidak ada satupun alasan yang membenarkan pelarangan tersebut oleh Ketua PN TBK, itu sama dengan merampas hak pribadi seseorang untuk mencari nafkah lahiriah," jelasnya.
Sebelumnya, Selasa (27/1), Zainuddin SH, menunda sidang perkara kasus korupsi pengelapan dana bantuan desa dengan terdakwa Kepala Desa Ngal, Kecamatan Kundur Utara, Kabupaten Karimun, Azim M . Ali, hingga, Selasa (3/2) karena kedua penasehat hukum pendamping terdakwa yakni DP Agus Rosita dan Karina terdaftar di DCT sebagai caleg dari Partai Demokrat dan Gerindra.
"Saya mohon maaf. Saya telah ditegur oleh majelis hakim. Oleh karena itu saya meminta terdakwa mengganti pengacaranya, karena pengacara yang anda pakai terdaftar sebagai caleg," katanya.
Kedua pengacara tersebutpun seketika menjadi salah tingkah, meski mengetahui bahwa ketua majelis salah tafsir. Namun tidak bisa membantah, karena kewenangan untuk menunda persidangan memang sepenuhnya dimiliki oleh hakim.
"Saya harus bagaimana lagi, kewenangan untuk menunda dan menetapkan jadwal sidang memang milik majelis hakim. Tapi terkait hal itu saya tetap akan cari kebenaran ke KPU Karimun," ucap DP Agus Rosita.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009