Jakarta (ANTARA) - Alat reproduksi pria sama halnya pada wanita, tak lepas dari risiko mengalami masalah yang bisa berujung terganggunya kualitas dalam berhubungan intim. Masalah-masalah ini khususnya menyangkut organ penis seperti disfungsi ereksi, ukuran penis yang terkadang dianggap sebagian pria tak normal hingga ejakulasi dini.

Baca juga: Hubungan seksual bisa sebabkan "mr.P" patah?

Dokter Spesialis Urologi Konsultan Andrologi Urologi dari Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI), dr.Widi Atmoko, Sp.U (K) dalam sebuah webinar kesehatan pada Kamis (28/4) menjelaskan secara rinci mengenai masalah-masalah ini termasuk penyebabnya. Dia juga memaparkan terkait operasi pembesaran penis hingga obat kuat dan herbal untuk mengatasinya.

Berikut rangkuman paparannya:

1. Ereksi normal versus tak normal

Proses ereksi biasanya didahului respon semisal dengan bercumbu, mencium baru. Ini termasuk proses kompleks yang melibatkan sistem saraf, pembuluh darah. Saat penis yang terhimpit pembuluh darah dan terisi darah, maka akan mengeras.

Menurut Widi, ereksi normal dapat terjadi tanpa pria sadari karena ada refleks-refleks pada sistem saraf yang memungkinkan hal ini terjadi. Misalnya, seperti ereksi saat tidur di malam hari dan ereksi pada pagi hari.

Namun, pada kondisi tubuh sedang bersiaga semisal kala dilanda stres, adrenalin terpicu dan lainnya, fungsi ereksi ini bisa berkurang.

"Adrenalin bisa meningkat pada saraf simpatis sehingga nanti aliran darah difokuskan pada organ yang penting seperti jantung, sehingga aliran darah ke penis berkurang," kata Widi.

Ereksi dikatakan tidak normal bila menyebabkan nyeri, terjadi tanpa rangsangan dan terjadi lebih dari empat jam. Menurut Widi, kondisi ini termasuk suatu kegawatdaruratan, salah satu penyebabnya yakni masalah di pembuluh darah.

Baca juga: Kenali jenis kelainan genital, mikropenis hingga penis "tenggelam"

Baca juga: Tanyakan ini kepada dokter saat baru lahirkan bayi

Baca juga: Operasi hipospadia pada anak, akankah penis tumbuh normal saat dewasa?

2. Disfungsi ereksi atau impotensi

Disfungsi ereksi atau DE yakni tidak mampunya penis untuk mencapai atau mempertahankan ereksi. Dalam hal ini, ada dua hal yang perlu para pria soroti yakni penis tidak bisa mencapai ereksi lama atau penis bisa mencapai ereksi tetapi tidak bisa mempertahankan dalam waktu yang cukup guna mencapai aktivitas seksual yang memuaskan.

Baca juga: Salah kaprah "kejantanan" bikin pria lebih rentan terhadap kanker

"Kalau misalnya ereksinya hanya 3 menit setelah itu ejakulasi pasien puas, sebenarnya tidak masuk terhitung disfungsi ereksi. Tidak ada batasan waktu terkait durasi ereksi seharusnya berlangsung," papar Widi.

Sebenarnya, ada cara yang bisa pria lakukan sendiri untuk menilai kekuatan ereksi mereka, yakni menggunakan erection hardness score (EHS). Ada empat skor di sini dan yang terbaik atau bernilai 4 yakni seperti timun. Pada kondisi yang dikatakan ereksi optimal ini penis keras seluruhnya dan tegang sepenuhnya.

Berikutnya seperti pisang tidak terkelupas yaitu penis cukup keras untuk penetrasi namun tidak sepenuhnya mengeras. Biasanya pada kondisi ini 80 persen pria masih bisa berhasil untuk penetrasi. Selanjutnya, seperti pisang terkelupas yang ditandai penis keras namun tidak cukup keras untuk penetrasi. Menurut Widi, kondisi ini sudah masuk golongan DE sedang.

Skor terendah seperti tahu yakni penis membesar namun tidak keras dan ini sudah bisa dikatakan DE berat. Kondisi DE berat berhubungan dengan kepercayaan diri dan kepuasan seksual.

Prevalensi DE pada pria berusia 40-70 tahun sekitar 50 persen dengan penyebab terbagi menjadi tiga golongan besar yaitu organik atau ada kelainan yang menyertai, psikis dan campuran.

Penyebab DE pada kasus organik bisa karena ada masalah di saraf atau pembuluh darah dengan ciri keluhan tidak ada ereksi pagi hari secara spontan. Masalah pada saraf dan pembuluh darah juga dapat menyebabkan penis tidak keras dan sulit melakukan penetrasi pada vagina pasangan.

Sementara berdasarkan penyebab psikogenik, pria biasanya masih bisa ereksi di pagi hari. Tetapi saat akan berhubungan seksual dengan pasangan, ereksi tidak bisa terjadi. Dalam hal ini, tatalaksana berbarengan dengan dokter kesehatan jiwa atau psikiater menjadi penting.
3. Penyakit jantung dan disfungsi ereksi

Pembuluh darah di daerah penis berukuran kecil yakni 1-2 mm sehingga bila ada gangguan di daerah penis maka akan menyebabkan impotensi atau disfungsi ereksi.

"Kalau penyumbatan pembuluh darah sudah sampai ke jantung bisa terjadi serangan jantung. Kemudian bila penyumbatan terjadi pada pembuluh darah lebih besar lagi di daerah leher bisa menyebabkan kejadian stroke," tutur Widi.

Dia mengatakan, disfungsi ereksi termasuk suatu faktor risiko kejadian penyakit kardiovaskular dalam tiga tahun ke depan, apalagi bila pria mengalami masalah jantung, obesitas, hipertensi, diabetes, merokok dan berusia lanjut yang semuanya ini menyebabkan semakin buruknya kualitas pembuluh darah.


Baca juga: Ahli: Pria berpenis pendek cenderung mandul

Baca juga: Bedanya sunat anak-anak dan dewasa

Baca juga: Ingin sehat? Pria jangan lakukan kebiasaan ini
4. Ejakulasi dini

Kondisi yang juga dikatakan sebagai prematur ejakulasi ini terjadi kala ejakulasi hampir atau selalu terjadi di dalam satu menit setelah penetrasi dan tidak bisa dikontrol. Tetapi, bila ejakulasi lebih dari satu menit dan tidak menyebabkan keluhan seperti stres serta bisa ditunda maka bukan termasuk ke dalam ejakulasi dini.

Kejadian ejakulasi dini terjadi pada 31 persen pria berusia 18-59 tahun. Penyebabnya beragam bisa karena cemas, tidak percaya diri, konflik dengan pasangan dan masalah hipertensi. Menurut Widi, ejakulasi dini juga terkait erat dengan impotensi. Kondisi ini sering terjadi pada pasien impotensi untuk menghindari ereksi yang tidak mampu dipertahankan.

"Sebenarnya yang perlu diobati ereksi dulu. Bila DE sudah ditangani, maka bisa lebih lama," kata dia.

Selain ejakulasi dini, ada juga yang dinamakan delay ejaculation dengan keluhan minimal 6 bulan. Kondisi ini dialami sekitar 3 persen pria. Penyebab tersering yakni penggunaan obat-obat antidepresen yang meningkatkan hormon serotonin.

Di sisi lain, ada juga masalah kala pria sama sekali tidak bisa ejakulasi. Biasanya ini terjadi pada pasien pria usia lanjut dengan kondisi penurunan fungsi persarafan misalnya akibat diabetes tidak terkontrol. Kondisi ini membutuhkan stimulasi yang lebih agar pasien bisa merasa sampai ejakulasi.

Di sisi lain ada kemungkinan masalah psikologis, kepercayaan God is watching sehingga merasa takut dan ejakulasi hal tidak benar. Penyebab lainnya yakni masalah sumbatan dan anorgasme atau tidak bisa orgasme.
5. Tentang air mani

Berbicara semen atau air mani salah satu yang perlu dipahami khususnya pria yakni cairan ini terbentuk 5 persen dari testis, dan paling banyak berasal dari kelenjar vesikula seminalis atau organ yang berperan penting dalam sistem reproduksi pria dan terletak di belakang kandung kemih dengan persentase 55 persen. Cairan mani juga bisa berasal dari prostat yakni sebanyak 30 persen.

Baca juga: Dokter AS tuntaskan cangkok penis pertama pada pria 64 tahun

"Jadi ketika semen keluar dari testis, menumpang dulu di prostat, vesikula seminalis, diberikan cairan-cairan, dikasih nutrisi baru dia keluar," tutur Widi.

Normalnya volume semen yakni 1,5 cc. Bila kurang dari jumlah ini, bisa jadi ada gangguan produksi di daerah prostat atau testis dan ada sumbatan semisal akibat kista di dalam prostat.

Kemudian, mengenai kekentalan atau viskositas semen, hal ini bisa dipengaruhi produksi dari kelenjar. Kondisi semen sangat kental bisa karena infeksi dan menyebabkan sperma sulit bergerak.


6. Libido rendah

Kondisi yang umumnya dialami pria berusia lanjut ini ditandai keluhan tidak ada pikiran atau fantasi untuk melakukan aktivitas seksual yang terus menerus. Menurut Widi, ini berhubungan dengan hipogonadisme yakni keluhan yang disebabkan hormon testosteron rendah, stres dan hubungan dengan pasangan tidak baik.

7. Tentang ukuran penis

Menurut Widi, tidak ada kepastian terkait ukuran ideal penis karena ini bergantung pada usia, tingkat kekerasan penis dan etnis. Tetapi, umumnya penis dikatakan normal bila ukurannya lebih dari 7,5 cm setelah ditarik sebisa mungkin dari pangkal penis. Bila ukurannya di bawah 7,5 cm bisa jadi akibat kelainan disebut mikropenis dan ini terkait kadar testosteron rendah.

Di sisi lain, ada juga penis yang sebenarnya normal tetapi penampakannya tidak panjang atau penis terbenam. Ini biasanya karena lemak berlebihan di daerah atas penis atau jaringan di dalam penis tidak elastis walau sebenarnya panjangnya normal. Selain itu, ada juga kondisi yang disebut webbed penis yakni seperti kulit membentang menyebabkan penis merunduk ke bawah, padahal sebenarnya panjang.


Baca juga: Penis Warga Saudi Disambung Lagi Setelah Dipotong Pembantunya

Baca juga: Psikolog : ukuran optimal penting tapi bukan segalanya
8. Operasi pembesaran penis

Widi mengingatkan agar pria tak sembarangan melakukan operasi pembesaran penis karena tindakan ini memiliki risiko tinggi termasuk komplikasi seperti penis nyeri. Pasien yang pernah menjalaninya melaporkan kepuasan yang rendah.

Pada sebagian kasus yang tidak melibatkan dokter, ditemukan praktik memasukkan cairan seperti parafin ke dalam penis untuk mempebesar ukurannya. Namun ini bisa berujung kemerahan pada penis, penis menjadi keras, nyeri tidak bisa ereksi sehingga 87 persen pasien tidak puas dengan hasil akhir.

Menurut Widi, sebenarnya, 85 persen wanita sudah puas dengan ukuran penis pasangannya. Namun, rerata pria yang justru merasa bermasalah dengan ukuran penis mereka. Sekitar lebih dari 50 persen pria datang karena masalah ukuran penis kecil padahal sebenarnya ukurannya normal.

Terkait bentuk, ditemukan pria yang datang ke dokter lalu mengeluhkan penisnya bengkok. Widi mengatakan, asalkan kondisi ini tidak menimbulkan nyeri, tidak ada gangguan seksual seperti gangguan penetrasi dan istri puas maka dikatakan normal.

Tetapi ada beberapa hal seperti penyakit penumpukan jaringan parut di atas penis sehingga menyebabkan penis bengkok dan nyeri.

"Pada pria yang agak bengkok (penisnya), teraba seperti agak keras di bagian bengkoknya, ada rasa nyeri di daerah situ, hati-hati," pesan Widi.

9. Obat kuat dan herbal

Penggunaan obat kuat atau golongan PDE5-I bertujuan untuk meningkatkan aliran darah pada penis sehingga bersifat membantu ereksi tetapi tidak mengembalikan fungsi perbaikan.

Para pria yang menggunakan obat ini tetap membutuhkan rangsangan seksual dan membutuhkan pengawasan dokter.

Cara penggunannya pun berbeda-beda dan pemilihan obat bergantung tipe hubungan seksual apakah terjadwal atau spontan.

Sementara obat herbal untuk mengatasi masalah ereksi, menurut Widi belum ada yang memiliki bukti ilmiah cukup untuk direkomendasikan sebagai terapi. Beberapa obat tradisional yang sudah diteliti namun masih belum terlalu kuat seperti ginseng, ginko biloba dan yohimbin.

"Hati-hati terhadap klaim obat herbal obat alami 100 persen. Biasanya terdapat campuran obat-obatan PDE5-I sehingga seakan-akan efikasnya baik," demikian saran Widi.


Baca juga: Balita Obesitas Rentan Penis Kecil

Baca juga: Kenali kelainan genital pada anak laki-laki

Baca juga: Membesarkan alat vital dapat berakibat fatal

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022