"Karena itu, kalau jantungnya memble, maka masyarakat akan lesu darah, karena itu perbankan kita harus melakukan terobosan," kata Faisal pada seminar nasional tentang Inklusi Keuangan di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis.
Dia mengatakan, sektor keuangan Indonesia sangat tertinggal di dunia. Khusus penyaluran dan akses kredit hanya 23 persen atau masih kalah dengan Nigeria dan Bangladesh.
Menurut dia, akses perbankan masyarakat masih sedikit, padahal iklusi keuangan dengan mempermudah akses jasa perbankan itu sangat penting untuk roda perekonomian.
"Sementara dari pertumbuhan ekonomi, Indonesia masih sekitar delapan hingga sembilan persen, sangat jauh dibandingkan Malaysia yang pertumbuhan ekonominya mencapai 96 persen dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit dari Indonesia," katanya.
Dia mengatakan, Indonesia pandai meliberalisasi pasar, namun tidak mau membangun jaring-jaring pengamannya. Kondisi ini berbeda dengan Singapura dan Malaysia yang mampu membangun jaring-jaring pengaman untuk mendorong aktivitas perkonomiannya.
Sebagai gambaran, dari potongan gaji karyawan untuk jaminan hari tua dan kesehatan di Malaysia terakumulasi dana sekitar 100 miliar dolar AS dan Singapura 300 miliar dolar AS.
"Sementara Indonesia, baru terdapat dana jaminan sosial sekitar semibilan miliar dolar Amerika Serikat," kata Faisal.
Sementara itu, Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo, pada pembukaan seminar yang dihadiri ratusan pelaku perbankan Sulawesi, Maluku dan Papua itu mengatakan bahwa bank memegang peranan penting dalam menentukan kekuatan ekonomi suatu negara.
"Karena itu, perbankan tidak bisa jalan sendiri dan pemerintah jalan sendiri. Sektor perbankan tidak boleh jalan sendiri dengan target profitnya dan meninggalkan pemerintah," katanya.
Hal ideal, lanjut dia, perbankan dan pemerintah harus bersinergi untuk membangun sistem perekonomian yang kuat.
(T.S036/S016)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011