Jakarta (ANTARA News) - Keganasan Perang Uhud masih terbayang-bayang meski saya sudah kembali dari Tanah Suci.
Sewaktu mampir ke Madinah, saya sempat ke Gunung Uhud, tempat berlangsungnya perang paling berdarah antara pasukan Rasulullah dan tentara kafir Quraish pada tanggal 19 Maret 625.
Saya tercekat di depan makam Hamzah, paman Nabi Muhamaad saw., yang gugur dengan tubuh yang tercabik tercerai-berai.
Ratusan lagi tentara Nabi syahid dan dimakamkan di sekitar Gunung Uhud tanpa batu nisan. Sebagai syuhada, mereka dimakamkan begitu saja; dengan baju bersimbah darah, usus yang terburai, kepala terpenggal, atau sekadar hidung dan kuping termutilasi.
Penguburan massal dilakukan malam itu juga sebelum pasukan kembali ke Madinah. Yang diberi tanda cuma makam Hamzah bin Abdul Mutalib, seorang panglima perang gagah berani yang dijuluki "Singa Allah". Dalam perang Badar setahun sebelumnya, Hamzah dan pasukannya berhasil mengalahkan tentara Quraish yang jumlah orang dan persenjataannya lebih banyak.
Namun, Hamzah juga manusia biasa. Bagaimanapun perkasanya di medan perang, ia tak bisa lolos dari muslihat Washi bin Harb, budak hitam asal Ethiopia, yang ditugaskan khusus oleh Hindun untuk mengintai, menyelinap, dan membunuh Hamzah. Hindun, panglima perang wanita suku Quraish, begitu dendamnya atas Hamzah yang telah membunuh dua saudaranya pada Perang Badar.
Setiap gerakan Hamzah diamati betul oleh Washi. Ia terus-menerus mencari kesempatan untuk melemparkan tombak tajamnya ke ulu hati Hamzah. Saat Hamzah mengangkat pedangnya ke langit, dadanya terbuka. Saat itulah tombak Washi menghujam dan tepat mengenai sasaran. Hamzah terpental, pedangnya terlempar, mulutnya memuntahkan darah.
Terhuyung-huyung Hamzah menjaga keseimbangan. Matanya jalang berusaha mencari siapa yang melempar tombak yang kini bersarang di dadanya. Namun mata itu akhirnya terpejam berbareng dengan ambruknya tubuh di padang pasir. Tangannya masih berusaha memegang gagang tombak. Seperti berusaha untuk mencabutnya. Langit yang terik menjadi gelap. Hamzah meregang nyawa dan akhirnya mati tak bergerak.
Pasukan Quraish segera mengabarkan kematian Hamzah. Hindun dengan garang memburu tubuh Hamzah yang tak berdaya tergeletak di tanah. Wanita yang dilanda dendam kesumat membara itu mencabik-cabik tubuh Hamzah.
Ia potong hidungnya, kupingnya diiris, hancurkan wajahnya. Ia bongkar isi tubuh Hamzah, ambil hatinya. Di angkatnya tinggi-tinggi untuk diperlihatkan kepada serdadu Quraish. Tidak puas dengan semua itu, Hindun memasukkan hati yang berdarah segar itu ke mulutnya. Wanita itu memakan mentah-mentah hati Hamzah!
Saya tercekat di pusara Hamzah. Drama Perang Uhud seperti itu dengan kolosal digambarkan oleh Moustapha Akkad pada tahun 1976 dalam film "Mohammad, Messenger of God". Aktor kawakan Anthony Quin dengan luar biasa menghayati dan memerankan seorang Hamzah. Gagah. Berani. Pandai memainkan pedang. Namun, tak kuasa menghindar dari serangan dan tusukan dari belakang.
Kekalahan yang memalukan
Saya mendoakan paman Nabi Muhammad saw. itu. Cukup lama saya tertunduk. Perang Uhud bukan hanya cerita kematian sangat mengerikan dari Hamzah. Akan tetapi juga kekalahan pasukan Nabi dalam perang melawan kafir Quraish.
Bahkan Rasulullah sendiri nyaris terbunuh. Nabi terluka parah. Badannya terluka. Giginya rontok. Korban tewas pada pasukan Nabi jauh lebih banyak dari yang mati pada pasukan Quraish. Ini kekalahan yang memalukan. Akibat komando Nabi Muhammad sebagai panglima perang diabaikan. Akibat nafsu untuk mengumpulkan harta rampasan perang, termasuk di antaranya wanita-wanita Quraish yang suami atau ayahnya dikalahkan.
Perang Uhud terjadi kurang lebih setahun setelah Perang Badar. Pasukan Quraish dari Mekah berniat membalas dendam atas kekalahan mereka pada Perang Badar. Mereka menyiapkan pasukan secara besar-besaran dengan kekuatan lebih dari 3000 orang. Sementara tentara Islam yang bertahan di Gunung Uhud--dekat Madinah--hanya berjumlah 700 orang.
Tentara Islam dipimpin langsung oleh Rasulullah, sedangkan tentara kafir Quraish dipimpin oleh Abu Sufyan dan istrinya, bernama Hindun yang penuh dendam kesumat terhadap Hamzah. Disebut Perang Uhud karena terjadi di dekat Gunung Uhud yang terletak empat mil dari Masjid Nabawi dan mempunyai ketinggian 1000 kaki dari permukaan tanah.
Sebagai panglima perang, Nabi sebetulnya lebih menginginkan pasukan bertahan di Madinah. Namun, kelompok tentara muda tidak ingin berperang secara bertahan. Masih dalam eforia Perang Badar dan keyakinan menang karena didukung Allah, tentara muda maunya ofensif, menyerang. Nabi memberikan toleransi dengan membiarkan pasukan bergerak beberapa mil dari kota Madinah.
Sebagai strategi menahan pergerakan musuh yang jumlahnya jauh lebih besar, Rasulullah menugaskan 51 pemanah untuk mengambil posisi di bukit batu sebelah barat pasukan Islam. Sementara sebelah kirinya, pasukan terlindungi oleh Gunung Uhud. Kepada para pemanah, Rasullah wanti-wanti agar tetap di posisinya walau apa pun yang terjadi.
Kepada pasukan pemanah, Nabi memerintahkan agar mereka memanah kavaleri musuh. Sebisa-bisanya pasukan berkuda itu dijauhkan dari tentara Islam.
"Selama kalian tetap di tempat, bagian belakang kita aman. Jangan sekali-sekali kalian meninggalkan posisi ini. Jika kalian melihat kami menang, jangan bergabung. Sebaliknya, jika kalian melihat kami kalah, jangan datang untuk menolong kami meskipun burung bangkai memakan daging dari kepala kami yang binasa," kata Nabi Muhammad.
Dimulai dengan duel
Perang frontal yang ganas dan berdarah dimulai dengan ajakan duel. Abu Talhah, jagoan perang dari Quraish, menantang kepada tentara Muslim: "Anda berani duel dengan saya?"
Ali bin Abu Thalib, jagoan perang tentara Islam, langsung meladeni. Hanya dengan satu kali sabetan pedang, kepala Abu Talhah copot menggelundung.
Muncul lagi ke arena duel lelaki bernama Abu Saad bin Abu Talhah, saudaranya Abu Talhah yang tewas. Ia menantang Ali dengan sesumbar bahwa para sahabat Nabi, seperti Ali, adalah pembohong.
"Kalian bilang jika mati kalian masuk surga sementara kami mati masuk neraka. Jika kalian yakini itu, ayo lawan aku. Kita buktikan siapa masuk surga siapa ke neraka," tantang Abu Saad.
Ali mengayunkan kembali pedangnya. Nasib Abu Saad tidak jauh beda dengan saudaranya. Lalu muncul sejumlah lelaki Quraish lain bangkit menantang Ali. Mereka juga terbunuh di ujung ketajaman pedang Ali. Dalam beberapa detik berikutnya, Ali berhasil membunuh Artat bin Sharhabil, Suresh bin Qaridh dan budaknya bernama Shawab.
Dalam duel yang lain, Hamzah dengan sabetan pedangnya juga menewaskan Othman bin Talhah.
Menyadari para jagoan perangnya terbunuh, pasukan Quraish terancam demoralisasi. Mereka mulai lari lintang pukang. Aura kemenangan mulai tercium sehingga sebagian pasukan Islam mulai tidak bisa mengendalikan diri.
Para pemanah yang diminta siaga di bukit, satu per satu tergoda turun dari posisinya. Mereka mengabaikan perintah Nabi setelah melihat musuh berhasil dipukul mundur, pasukan Quraish kocar-kacir, dan para wanitanya berlari menyelamatkan diri dengan mengangkat roknya tinggi-tinggi.
Saat pasukan pemanah itu terbuai mengumpulkan barang jarahan, Khalid bin Walid, panglima pasukan berkuda Quraish, dengan cepat memerintahkan kavalerinya berputar ke balik bukit yang ditinggalkan para pemanah. Situasi perang berubah drastis.
Kavaleri Khalid bin Walid mengepung dari arah belakang sementara pasukan Quraish yang tadinya kocar-kacir kembali balik arah. Tentara Islam menjadi terkurung dari arah depan dan belakang, sementara kiri dan kanan terhalang oleh dua gunung. Tidak ada tempat untuk melarikan diri. Banyak tentara Muslim yang tewas mengenaskan dalam perang paling brutal sepanjang sejarah nabi.
Alquran surah Ali Imran ayat 152-152 menjelaskan mengapa tentara Islam sampai kalah dalam Perang Uhud. "Tanpa peduli akan perintah Muhammad, mereka meninggalkan tempat jaga mereka dan lalu mengejar wanita-wanita (Quraish) ini. Oleh karena itulah Allah mengizinkan kaum Quraish membunuhi para muslim yang meninggalkan kedudukannya sebagai suatu ujian".
Kesimpulannya, seperti dijelaskan pada Ayat 165: "Tentara Muslim kalah karena salah mereka sendiri".
Inilah pelajaran terbesar dari Perang Uhud. Umat Islam kalah karena mengabaikan komando pemimpinnya dan tergoda oleh harta dan wanita.
* Akhmad Kusaeni adalah Wakil Pemimpin Redaksi
Oleh Akhmad Kusaeni (*)
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2011