Nusa Dua (ANTARA News) - Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, memastikan pemerintah Indonesia menolak untuk masuk ke dalam kerja sama perdagangan bebas Trans Pacific Partnership (TPP) karena belum siap dari sisi daya saing produk dan jasa.

"Kita sudah mengemukakan bahwa Indonesia belum siap, dan membutuhkan waktu untuk dapat bergabung dengan TPP," kata Gita Wirjawan, di sela-sela Preparatory Meeting of ASEAN Economic Ministers Meeting (Prep-AEM) KTT ke-19 ASEAN, di Bali International Convention Center, Nusa Dua, Rabu.

Menurut Gita, sejauh ini Indonesia belum bisa mengukur dan menilai apakah TPP tersebut akan membuahkan keuntungan bagi Indonesia.

Ia mengemukakan, pemerintah tidak bisa terburu-buru untuk masuk dalam TPP karena harus didahului dengan membuat studi mendalam dan tentunya juga melakukan komunikasi intensif dengan kementerian terkait.

Presiden Amerika Serikat )AS), Barack Obama pada Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Honolulu, Hawai, Minggu (14/11), mengimbau ke negara-negara di kawasan tersebut untuk bergabung dalam TPP.

TPP diprakarsai 9 negara, yang sebanyak 4 di antaranya adalah anggota Perhimpunan Bangsa Asia Tengggara (ASEAN), yaitu Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, dan Vietnam.

Pada prinsipnya, diutarakan Gita, Indonesia sudah memiliki sikap dan berani menyuarakan perbedaan pendapat meskipun ajakan itu datang dari negara besar.

Selain itu, menurut Gita, AS juga menyatakan keinginan agar seluruh negara-negara anggota APEC memproduksi barang dan jasa yang ramah lingkungan, serta meminta menurunkan tarif agar tidak lebih dari lima persen.

"Kita sudah menyuarakan belum siap, dan butuh proses lebih lanjut," ujarnya.

Ia menjelaskan, untuk mencapai suatu titik daya saing tertentu dibutuhkan waktu yang cukup lama, karena Indonesia bukan seperti negara maju yang sudah memulai industri sejak 200 tahun sebelumnya.

Terkait dengan adanya empat negara ASEAN yang sudah menyatakan siap bergabung dengan TPP, Gita mengutarakan bahwa itu merupakan urusan masing-masing negara.

"Kita harus lebih cermat dan melakukan pembelajaran yang lebih dalam, dan kemudian bisa meyakinkan diri sendiri bahwa jumlah komoditias barang dan jasa yang berdaya saing tinggi harus lebih diperbanyak. Ini menjadi syarat utama bagi kita untuk bisa memenangkan persaingan global," ujarnya menambahkan.
(T.R017B012)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011