Jakarta (ANTARA News) - Arah perkembangan ekonomi Indonesia ke depan akan sangat dipengaruhi oleh kinerja investasi, sehingga komitmen pemerintah untuk terus mengupayakan perbaikan iklim investasi merupakan faktor penting bagi kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Outlook Perekonomian 2006 dalam Laporan Kebijakan Moneter Triwulan IV 2005 Bank Indonesia (BI) yang diterima ANTARA di Jakarta, Rabu, menyebutkan langkah-langkah konkret untuk terus mendorong iklim investasi semakin diperlukan guna menjaga persepsi positif pelaku usaha. Keberhasilan dalam Infrastructure Summit 2006 yang dijadualkan berlangsung Juni, misalnya, diperkirakan dapat memberikan sumbangan penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, keberhasilan pemerintah mengimplementasikan paket insentif 1 Oktober 2005 akan sangat menentukan arah kegiatan investasi karena dalam paket tersebut, paket-paket pendukung kegiatan investasi, seperti fiskal, perdagangan, dan perhubungan mendapat prioritas. Namun sebaliknya jika langkah-langkah tersebut dan hambatan-hambatan yang muncul kurang tertangani secara serius, maka akan memberi risiko ke bawah (down risk) yang berakibat pada penurunan kinerja perekonomian secara keseluruhan. Selain investasi, prospek ekonomi Indonesia kemungkinan juga akan dipengaruhi oleh belum stabilnya harga minyak dunia dan kemungkinan kembalinya peningkatan "global imbalance". Meskipun diperkirakan pada tahun 2006 harga minyak dunia akan turun, namun harga minyak pada 2006 masih berpotensi untuk bergejolak. Melonjaknya kembali harga minyak disebabkan terbatasnya pasokan, sementara permintaan diperkirakan meningkat. Meningkatnya harga minyak berdampak pada kenaikan harga komoditi internasional karena meningkatnya ongkos produksi dan transportasi. Akibatnya kemampuan domestik untuk melakukan impor bahan baku dan modal turun sehingga mempengaruhi kegiatan investasi dan kinerja beberapa sektor. Dengan masih tingginya permintaan minyak domestik, meningkatnya harga minyak juga akan memberikan tekanan kepada kondisi neraca pembayaran dan pada akhirnya ke nilai tukar rupiah. Di sisi lain, dengan kemampuan fiskal yang sangat terbatas, melonjaknya harga minyak akan memberi kemungkinan naiknya kembali harga BBM dalam negeri. Apabila ini terjadi maka akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan diperkirakan akan semakin melambat. Sementara itu, isu "global imbalance" kembali muncul seiring dengan rencana bank sentral Amerika Serikat (AS) untuk mengakhiri siklus kebijakan moneternya pada akhir semester I 2006. Kabijakan pengetatan moneter di AS tahun 2005 telah mendorong masuknya arus modal asing ke pasar keuangan AS dan membantu membiayai "twin deficit" AS. Berakhirnya kebijakan itu dikhawatirkan mengurangi insentif bagi investor asing untuk menanamkan dananya di pasar keuangan AS dan mendorong "global imbalance" kembali meningkat. Penyesuaian terhadap kebijakan itu secara drastis dapat memicu pelemahan dolar AS secara drastis dan berdampak terhadap pasar keuangan global. Sebagai mitra dagang perekonomian, pelemahan dolar AS diperkirakan akan meningkatkan volatilitas kurs di sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia, demikian BI. (*)
Copyright © ANTARA 2006