Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), M Hanif Dhakiri, mengatakan, revisi UU Pemilu Nomor 2 Tahun 2008 yang saat ini mulai dibahas di Pansus RUU Pemilu, semestinya bertolak dari kekurangan sistem pemilu sebelumnya. Revisi UU Pemilu itu, adalah untuk menambal hal-hal yang masih bolong-bolong yang terjadi pada pemilu sebelumnya.
"Revisi UU Pemilu bukan mengganti konstruksi sistem pemilu proporsional yang digunakan pada pemilu 2009," kata Hanif kepada ANTARA News, Jakarta, Selasa menanggapi rencana banyaknya pasal-pasal dalam UU Pemilu yang hendak direvisi.
"Dimana-mana, yang namanya revisi itu, ya memperbaiki apa yang dianggap kurang. Bukan merobohkan bangunan lama diganti bangunan baru," sambung Ketua DPP PKB itu.
Menurut Hanif, perdebatan wacana soal pengecilan dapil, metode konversi suara dan ambang batas perolehan kursi parlemen atau parliamentary treshold (PT) pada dasarnya masuk dalam wacana perubahan konstruksi sistem pemilu, bukan revisi.
"Makanya lebih baik tetap mengikuti aturan yang lama saja," kata Hanif.
Anggota Komisi X DPR RI itu mengajak semua fraksi untuk tidak memikirkan kepentingan partai masing-masing, melainkan menata agar sistem kepartaian dan pemilu itu bisa memenuhi asas keadilan, representasi dan proporsionalitas. Menurut dia, hanya dengan cara itulah persatuan dan kesatuan Indonesia bisa dijaga.
"Sistem pemilu itu instrumen persatuan nasional. Nggak boleh ada menang-menangan. Kalau menang-menangan, itu sama artinya dengan hendak mengangkangi republik ini sendiri. Semua elemen punya kontribusi terhadap bangsa dan negara, karenanya memiliki hak yang sama juga untuk ikut mengatur negara," kata Hanif.
Dalam pandangan Hanif, sistem pemilu itu harus dikonstruksi secata baik dan berjangka panjang.
"Jangan sampai setiap mau pemilu ganti undang-undang dan berubah ekstrem sistemnya. Beri kesempatan setidaknya 3 sampai 4 kali pemilu, baru kita evaluasi," tambah Hanif.
Dalam konteks UU Pemilu sekarang, Hanif berpendapat sudah cukup mencerminkan asas keadilan, representasi dan proporsionalitas.
"Nggak perlu diubah banyak-banyak. Buang energi dan biaya aja. Yang bolong saja kita tambal dan perbaiki. Selebihnya biar saja seperti yang lama, termasuk soal dapil, metode konversi suara maupun PT," kata Hanif.(zul)
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011