Mereka justru menanyakan apa yang bisa mereka bantu"

Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Saat meminta bergabung dengan Forum Asia Timur (EAS) yang merupakan kepanjangan tangan dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Rusia bahwa sebagian wilayahnya masuk benua Asia.

Setelah melalui proses yang tidak singkat --Rusia menandatangani Traktat Persahabatan dan Kerjasama 29 November 2004-- akhirnya pada 2010 negara itu resmi diundang bergabung dengan EAS.

Pada Pertemuan Puncak EAS ke-6, Presiden Rusia pun duduk bersama 17 anggota EAS guna membahas isu-isu yang menjadi kepentingan bersama.

Kemitraan ASEAN-Rusia dimulai pada Juli 1991 ketika Wakil Perdana Menteri Rusia menghadiri pembukaan Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM) di Kuala Lumpur sebagai tamu undangan pemerintah Malaysia.

Lima tahun kemudian di forum yang sama di Jakarta, Juli 1996, barulah Rusia menjadi mitra wicara penuh ASEAN.

Lalu untuk pertama kalinya, di Kuala Lumpur pada 2005, digelar Pertemuan puncak ASEAN-Rusia. Kedua belah pihak kemudian menandatangani Deklarasi Bersama Pemimpin Negara ASEAN dan Rusia tentang Kemitraan Komprehensif.

Kerja sama itu akan mencakup berbagai bidang termasuk politik dan keamanan serta ekonomi. ASEAN dan Rusia juga telah mengadopsi Aksi Program Komprehensif 2005-2015 untuk mewujudkan target-target yang telah ditetapkan dalam Deklarasi Bersama.

Sayang, setelah melalui proses sepanjang itu, Presiden Rusia Dmitry Medvedev justru tidak dapat hadir di Nusa Dua, Bali, pada 19 November nanti, padahal Medvedev dapat menjadi Presiden Rusia pertama yang menghadiri pertemuan puncak EAS.

Dia terpaksa tidak hadir karena sibuk mempersiapkan pemilu di negerinya.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene mengatakan, Medvedev akan diwakili oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.

Medvedev tidak sendiri. Masih ada satu pemimpin EAS yang absen di Nusa Dua, yaitu Perdana Menteri Selandia Baru John Key yang juga urung hadir karena pemilu.

Dengan demikian, Pertemuan Puncak EAS di salah satu lokasi wisata populer Pulau Dewata nanti akan dihadiri 16 pemimpin negara EAS, yaitu sepuluh pemimpin ASEAN dan enam mitra wicara ASEAN.

Kesepuluh pemimpin ASEAN adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua ASEAN, Sultan Brunei Sultan Haji Hassanal Bolkiah, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, Perdana Menteri Vietnam Nguyen Tan Dung, Perdana Menteri Laos Thingsing Thammavong, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, Presiden Myanmar Thein Sein, Presiden Filipina Aquino III, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Long, dan Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra.

Sedangkan enam pemimpin negara mitra wicara ASEAN adalah Perdana Menteri Australia Julia Gillard, Perdana Menteri China Wen Jiabao, Perdana Menteri India Manmohan Singh, Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda, Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak dan Presiden Amerika Serikat Barack Obama.

Sebagaimana Rusia, Amerika Serikat adalah anggota baru EAS. Akan hadir juga Sekretaris Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan dan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon.

Membantu secara maksimal

Sekalipun absen pada pertemuan puncak EAS pertamanya, Rusia tetap berniat memberikan sumbangan positif untuk organisasi tersebut.

Komitmen Rusia itu, menurut Staf Khusus Kepresidenan Bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah, disampaikan Presiden Medvedev kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pertemuan bilateral mereka di sela-sela Pertemuan Puncak Forum Kerja sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Hawaii.

Presiden Medvedev bahkan menyampaikan permohonan maaf kepada Presiden Yudhoyono.

"Mereka menggarisbawahi meskipun Presiden Medvedev tidak bisa datang, Menteri Luar Negeri Rusia secara maksimal akan membantu penyelenggaraan KTT Asia Timur," tuturnya.

Rusia menegaskan posisinya sebagai mitra ASEAN dalam forum kerja sama Asia Timur dan untuk itu negara ini bertekad memberikan sumbangan agar konferensi tersebut berjalan lancar dan berhasil positif di bawah keketuaan Indonesia pada 2011.

"Mereka justru menanyakan apa yang bisa mereka bantu untuk menghasilkan hal tersebut," ujar Faizasyah.

Dalam pertemuan bilateral itu, kedua kepala negara juga menegaskan banyak perkembangan positif dalam hubungan Indonesia-Rusia.

"Ada beberapa kerja sama konkret yang bisa dilakukan dalam konteks keinginan mereka untuk bekerja sama dalam sektoral tertentu seperti pembelian alat-alat berteknologi tinggi," ujar Faizasyah. Dan kerja sama ini akan ditindaklanjuti pada tataran teknis oleh para menteri kedua negara.

Dalam kesempatan itu, Presiden Yudhoyono meyakinkan Rusia bahwa ekonomi Indonesia tidak terguncang oleh krisis keuangan di Zona Euro dan Indonesia memiliki potensi menjadi kekuatan ekonomi yang bisa tumbuh lebih besar lagi.

G003*D013*R018*/B013

Oleh Gusti NC Aryani
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011