Ini adalah awal yang penting dan baik bagi kami untuk bekerja bersama"

Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) berupaya mematri damai di Laut China Selatan yang rawan konflik karena tumpang tindihnya klaim kepemilikan wilayah di kawasan yang diyakini kaya minyak itu terus berlanjut.

Lalu, ASEAN, melakui Kelompok Kerja Pejabat Senior ASEAN untuk masalah Kode Prilaku Regional Para Pihak di Laut China Selatan (WG ASEAN SOM on CoC) berusaha menyusun kode etik berprilaku (CoC) yang rampung dibahas di Bali, Minggu (13/11).

Pertemuan kelompok kerja SOM ASEAN tentang CoC ini adalah tindak lanjut dari keberhasilan ASEAN dan China menyepakati apa yang disebut "Panduan Penerapan Deklarasi Prilaku Para Pihak di Laut China Selatan" di Bali Juli 2011.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua ASEAN 2011 dalam pidatonya di depan para delegasi ASEAN dan China di Bali Juli lalu itu juga mengingatkan perlunya segera mengidentifikasi elemen-elemen CoC.

"Semua pihak harus bergerak ke fase berikutnya, yakni mengidentifikasi elemen-elemen CoC," kata Presiden Yudhoyono.

Dalam pertemuan yang berlangsung di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) sebagai rangkaian dari kegiatan KTT ke-19 ASEAN hari Minggu (13/11) itu, para pejabat senior itu membahas apa dan bagaimana proses penyusunan CoC tersebut.

Pertemuan itu sendiri, menurut Direktur Politik dan Keamanan ASEAN Kementerian Luar Negeri Ade Padmo Sarwono seusai pertemuan kelompok kerja Laut China Selatan yang berlangsung tertutup di ruang Kintamani 6 BNDCC itu, baru sekadar "brainstorming" (bertukar pikiran).

Para wakil Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Laos, Kamboja, Myanmar dan Vietnam yang bertemu itu belum sampai menyinggung soal "proyek" atau pun hal-hal teknis dalam CoC, kata Ade.

Terlepas dari bagaimana hasil pembahasan akhir mengenai CoC ini, keberhasilan menyusun kode prilaku bagi para pihak di kawasan laut dengan gugus Kepulauan Paracel dan Spratly yang diyakini kaya sumber alam ini agaknya dinanti banyak negara.

Juli lalu, ASEAN dan China telah menyepakati "Panduan Penerapan Deklarasi Prilaku Para Pihak di Laut China Selatan".

Kesepakatan yang ASEAN dan China dalam pertemuan di Bali Juli 2011 itu dilukiskan Wakil Menteri Luar Negeri Vietnam, Pham Guang Vinh, sebagai "awal yang penting dan baik" bagi semua pihak yang terlibat.

"Ini adalah awal yang penting dan baik bagi kami untuk bekerja bersama melanjutkan dialog dan kerja sama guna lebih mendorong stabilitas dan kepercayaan di kawasan," kata Vinh seperti dikutip situs resmi ASEAN.

Sementara Wakil Menlu China Liu Zhenmin mengungkapkan sentimen positif yang senada dengan Vietnam, negara yang juga mengklaim kedaulatan atas wilayah Laut China Selatan di samping China, Malaysia, Brunei Darussalam dan Filipina. Belum termasuk Taiwan.

Liu Zhenmin mengatakan, dokumen kesepakatan itu merupakan tonggak penting bagi kerja sama negaranya dengan ASEAN dan "kami (China) memiliki masa depan yang cerah dan kami pun menanti kerja sama mendatang."

Harapan awal

Kemajuan yang dicapai ASEAN dan China Juli 2011 itu agaknya memunculkan harapan awal bagi terwujudnya resolusi damai di kawasan rawan konflik tersebut sembilan tahun setelah disetujuinya Deklarasi Kamboja pada 4 November 2002.

Deklarasi tentang Prilaku Para Pihak di Laut China Selatan yang ditandatangani Utusan Khusus dan Wakil Menlu China Wang Yi dan para Menlu dari sepuluh negara anggota ASEAN di Kamboja tahun 2002 itu sendiri menegaskan komitmen kedua pihak.

Deklarasi Kamboja antara lain memuat komitmen para pihak untuk menyelesaikan berbagai sengketa kawasan dan antarnegara secara damai tanpa ancaman maupun penggunaan kekuatan militer berdasarkan prinsip hukum internasional.

Deklarasi 2002 itu juga membuka peluang bagi terbangunnya kerja sama dalam berbagai kegiatan, seperti pemeliharaan lingkungan bahari, riset kelautan, keselamatan navigasi dan komunikasi di laut, serta operasi pencarian dan penyelamatan.

Para pihak yang berkepentingan dengan Laut China Selatan itu pun mungkin dapat ekerja sama dalam memerangi kejahatan lintas-batas, seperti perdagangan narkoba, pembajakan, perompakan bersenjata, dan perdagangan senjata ilegal.

Dalam Deklarasi Kamboja sembilan tahun lalu itu juga ditegaskan pentingnya pengadopsian "kode prilaku di Laut China Selatan" bagi mendukung upaya memelihara perdamaian dan stabilitas di kawasan.

Kembali ke persoalan kesepakatan ASEAN-China tentang "Panduan Penerapan Deklarasi Prilaku Para Pihak di Laut China Selatan" di Bali Juli lalu itu, sejumlah pihak melihatnya sebagai langkah awal yang memunculkan harapan sekaligus pekerjaan rumah lanjutan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri telah mengingatkan perlu segera mengidentifikasi elemen-elemen CoC tersebut.

Kemajuan yang dibuat ASEAN dan China di Bali Juli 2011 itu disambut banyak negara yang berkepentingan langsung dengan stabilitas dan perdamaian di Laut China Selatan, termasuk Amerika Serikat.

Bagi AS, terpeliharanya perdamaian dan stabilitas, kebebasan navigasi, akses terbuka terhadap wilayah maritim Asia, dan penghormatan terhadap hukum internasional di Laut China Selatan merupakan bagian dari kepentingan nasionalnya.

"Kami menentang ancaman maupun penggunaan kekuatan oleh pihak pengklaim manapun di Laut China Selatan untuk mendukung klaimnya atau pengaruhnya dengan kegiatan ekonomi resmi," kata Menlu Hillary Clinton 22 Juli lalu.

Menurut Clinton, kesepakatan ASEAN-China tentang implementasi panduan untuk memfasilitasi langkah-langkah pembangunan kepercayaan dan "proyek-proyek bersama" di kawasan yang diperkirakan Beijing mengandung cadangan minyak sebesar 213 miliar barel itu merupakan langkah awal bagi tersusunnya CoC.

Pencapaian yang disebut Clinton sebagai "langkah awal penting menuju tercapainya CoC" itu juga membuktikan bahwa kemajuan bisa dicapai lewat dialog dan diplomasi multilateral."Kami menanti kemajuan berikutnya," kata Clinton.

Pembahasan tentang apa dan bagaimana "kode prilaku" bagi para pihak di Laut China Selatan itu sudah diawali WG ASEAN SOM on CoC dalam pertemuan pertama mereka yang menjadi rangkaian kegiatan KTT ASEAN ke-19 dan KTT Asia Timur keenam di Bali ini.

Kini tinggal waktu yang menentukan apakah KTT ke-19 ASEAN di Bali itu bisa mengantar kepada langkah awal mematri damai di kawasan rawan konflik Laut China Selatan melalui kode etik berprilaku yang diterima dengan baik oleh ASEAN dan China.(*)

R013/Z002

Oleh Rahmad Nasution
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011