... ada resistensi, tapi itu justru menjadi peluang kita (ASEAN) untuk mengubah gambaran tersebut...Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Termin kepemimpinan Indonesia di ASEAN kali ini akan berakhir. Kepemimpinan Indonesia kali ini adalah buah dari perundingan Indonesia dan Brunei Darussalam pada 2011 dan 2013.
Sesuai urutan, Myanmar seharusnya menjadi ketua ASEAN pada 2015, sementara Laos pada 2014. Tetapi pemerintah Myanmar berunding dengan pemerintah Laos untuk bertukar giliran sebagaimana Indonesia dan Brunei pada 2011 dan 2013.
Hal inilah yang dinyatakan pengamat hubungan internasional, Hariyadi Wiryawan, bahwa Myanmar siap menjadi Ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara pada 2015 dan tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan akan komitmen negara itu.
"Saya kira Myanmar siap menjadi Ketua ASEAN, yang belum siap mungkin justru negara-negara lain," kata Hariyadi saat dihubungi dari Nusa Dua, Bali, Senin sore.
Guna memastikan hal itu, dari sisi berbeda, Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, beberapa pekan lalu berkunjung ke Myamar untuk melihat langsung kesiapan negara itu.
Wiryawan mengatakan, sejumlah negara Eropa dan Amerika boleh jadi menilai Myanmar yang tahun lalu baru saja menggelar pemilihan umum pertama dalam 20 tahun terakhir, tidak siap memimpin negara-negara Asia Tenggara namun itu bukan hal yang krusial.
"Akan ada resistensi, tapi itu justru menjadi peluang kita (ASEAN) untuk mengubah gambaran tersebut," katanya.
Ia menilai sudah saatnya, Myanmar memperoleh kepercayaan dan apresiasi akan perubahan yang dilakukannya, walaupun perubahan itu dilakukan tahap demi tahap.
Pada putaran sebelumnya terkait rotasi kepemimpinan ASEAN, Myanmar harus merelakan gilirannya karena dinilai belum siap memimpin ASEAN. Pada saat itu negara tersebut masih berada di bawah rejim junta militer dan menahan ribuan tokoh oposisi, termasuk pemimpin pro-demokrasi Aung San Suu kyi.
Upaya ASEAN menggandeng Myanmar dan meminta negara itu meninggalkan gaya pemerintahan mengabaikan penghormatan terhadap hak asasi manusia menunjukkan hasilnya dalam beberapa tahun terakhir. Suatu kabar baik, setelah berbagai upaya Barat dengan pendekatan sanksinya gagal total.
Myanmar kemudian menyusun peta jalan damai menuju demokrasi dan secara bertahap memenuhi target-target yang telah ditetapkannya sendiri, dimulai dari menyusun konstitusi baru, menentukan aturan pemilihan umum, dan menggelar pemilihan umum.
Sekalipun Barat menilai yang dilakukan Myanmar hanya sandiwara, mengingat banyak jenderal penting di Myanmar kemudian duduk di pemerintahan sipil; namun hal yang dilakukan Myanmar adalah suatu cara menuju perubahan yang dipilih negara itu.
Suatu perubahan yang dramatis hampir tidak mungkin terjadi di Myanmar. Tetapi setelah upaya menggagalkan Aung San Suu Kyi dari kesertaan dalam pemilihan umum, pihak berwenang Myanmar akhirnya membebaskan peraih Nobel Perdamaian itu. (*)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011