Palembang (ANTARA News) - Upacara pembukaan SEA Games 2011 yang berlangsung meriah di Stadion Sriwijaya, Kompleks Olahraga Jakabaring, Palembang pada Jumat lalu untuk sementara setidaknya telah memupus nada-nada sumbang mengenai berantakannya persiapan menjelang pesta olahraga dua tahunan itu.
Acara yang menghabiskan biaya Rp165 miliar itu, mendatangkan kekaguman puluhan ribu penonton yang menyaksikan langsung di stadion dan jutaan lainnya melalui layar televisi. Bahkan banyak yang menyatakan keyakinan bahwa upacara pembukaan yang megah dan spektakuler tersebut adalah yang terbaik sepanjang sejarah SEA Games yang secara resmi dimulai sejak 1977 itu.
Upacara yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu mengingatkan kepada kemeriahan upacara pembukaan Olimpiade Beijing 2008 yang berlangsung spektakuler di Stadion Sarang Burung (Bird Nest).
Kecemasan yang sempat melanda akibat kalau balaunya pembangunan berbagai sarana pertandingan, terutama di Palembang akibat kasus korupsi Wisma Atlet di Kompleks Olahraga Jakabaring, secara perlahan mulai sirna dan berganti harapan agar para duta olahraga sukses mengukir prestasi.
Sampai hari ketiga penyelenggaraan, Minggu (13/11) semua mata mulai beralih ke berbagai arena pertandingan, baik yang digelar di Palembang maupun Jakarta, menyaksikan para pejuang olahraga Indonesia bertarung untuk menjadi yang terbaik.
Meski masih terdapat banyak kendala di arena pertandingan seperti jadwal yang berubah-ubah dan tidak sesuai dengan program yang telah dikeluarkan maupun susahnya sarana transportasi, secara umum pelaksanaan pertandingan masih berada dalam jalur yang benar.
Sebagai tuan rumah, Indonesia sampai Minggu pukul 19.00 WIB langsung ngebut dengan meraup 33 medali emas, 25 perak dan 13 perunggu, jauh meninggalkan Vietnam dan Thailand yang sama-sama mengumpulkan 12 emas.
Karate menjadi tambang emas terbesar dengan menyumbang delapan emas, disusul kano dan sepatu roda yang masing-masing meraih enam emas.
Bagi Indonesia, menjadi pengumpul medali terbanyak untuk mewujudkan ambisi juara umum nampaknya sudah menjadi sebuah keharusan. Sejak SEA Games 1997 di Jakarta, juara umum terus menjauh dari genggaman Indonesia.
Yang terburuk dalam sejarah adalah pada SEA Games 2005 di Filipina ketika Indonesia terpuruk di peringkat kelima, meski kemudian secara perlahan peringkat tersebut mulai membaik menjadi keempat di SEA Games 2007 Thailand dan peringkat ketiga di Laos pada 2009.
Harapan masyarakat untuk melihat Indonesia kembali berjaya di pesta olahraga terbesar di Asia Tenggara itu semakin besar ketika Palembang dan Jakarta ditetapkan sebagai tuan rumah dan penunjukan ibukota Sumatera Selatan tersebut merupakan sebuah terobosan baru karena pesta dua tahunan belum pernah digelar di luar Jakarta.
Sejak SEA Games 1995 di Chiang Mai, kecuali SEA Games 1999 di Brunei dan SEA Games 2009 di Laos, negara tuan rumah selalu menjadi juara umum dan pada SEA Games kali ini, Indonesia pun berambisi untuk merebut gelar juara umum yang lepas dari genggaman sejak 1999.
Untuk mewujudkan ambisi tersebut, Indonesia menargetkan untuk merebut setidaknya 150 medali emas dari total 545 nomor yang dipertandingkan.
Prestise
Dalam perjalanannya, SEA Games tidak lagi sekedar sebuah perhelatan olahraga dua tahunan yang bertujuan untuk mempererat kerja sama, pemahaman dan hubungan antar negara di kawasan Asia Tenggara. Pesta olahraga tersebut kemudian berkembang menjadi ajang pertaruhan gengsi sebuah bangsa negara.
"Hanya ada dua acara dimana bendera sebuah negara dikibarkan dan lagu kebangsaan diperdengarkan di luar negeri, yaitu saat kunjungan kenegaraan kepala negara dan saat atlet meraih medali medali emas," demikian ucapan yang sering didengungkan oleh mantan Menpora Adhyaksa Dault di berbagai kesempatan.
Adhyaksa sempat merasa terpukul ketika di saat ia menjadi penanggung jawab prestasi olahraga nasional, Indonesia justru terpuruk di peringkat kelima di SEA Games 2005 di Filipina. Akibatnya, ia kemudian segera melakukan pembenahan dengan membentuk Satgas Pelatnas menghadapi SEA Games 2007 di Thailand dengan hasil, peringkat Indonesia kembali merangkak naik meski hanya satu tingkat.
Di masa Menpora Andi Mallarangeng, Indonesia sudah bertekad untuk mengembalikan kejayaan di SEA Games dan sukses sebagai SEA Games 2011 adalah sebuah keharusan, selain sukses sebagai penyelenggara.
Berdasarkan pengalamanan dalam beberapa kali penyelenggaraan SEA Games, tuan rumah selalu menempuh berbagai cara agar menjadi pengumpul medali emas terbanyak.
Pada SEA Games 1995 di Chiang Mai, Thailand benar-benar memanfaatkan hak istimewa tuan rumah dengan mempertandingkan cabang olahraga andalan sebanyak-banyaknya, thai boxing dan tinju. Hasilnya negara Gajah Putih tersebut meraup 157 medali emas untuk memastikan gelar juara umum, sementara Indonesia hanya 77 dan berada di urutan kedua.
Indonesia kemudian melakukan hal yang sama saat menjadi tuan rumah pada SEA Games 1997 dengan memperbanyak nomor di cabang andalan, diantara pencak silat. Hasilnya? Sebanyak 194 medali emas berhasil diraup, sementara Thailand hanya 83 emas dan harus puas di urutan kedua.
Kecenderungan tuan rumah untuk memanfaatkan segala cara demi untuk meraup medali emas sebanyak-banyak sempat menjadi keprihatinan sesama negara anggota yang tergabung dalam Federasi SEA Games.
Ketika Vietnam menjadi tuan rumah SEA Games 2003, Dewan Federasi SEA Games dalam pertemuan mereka sepakat untuk menata kembali cabang-cabang yang dipertandingkan dengan memprioritaskan pada yang dipertandingkan di Olimpiade, yaitu 28 cabang.
Namun tarik menarik kepentingan dan desakan dari berbagai pihak, kesepakatan tersebut tidak kunjung bisa dilaksanakan.
Setelah di SEA Games 2009 Laos yang hanya mempertandingkan 25 cabang olahraga, SEA Games 2011 kali "jor-joran" dengan menggelar 44 cabang olahraga untuk memperebutkan total 545 medali emas.
Diantara cabang olahraga yang untuk pertama kali dipertandingkan adalah sepatu roda, panjat tebing dan vovinam (olahraga tradisional asal Vietnam). Cabang lain yang selama ini hampir tidak pernah dipertandingkan di tingkat SEA Games adalah ski air, paragliding dan kempo.
Banyak pihak yang menduga bahwa masuknya cabang yang non-Olimpiade dan bahkan juga non-Asian Games tersebut sebagai akal-akalan tuan rumah Indonesia untuk meraup medali emas sebanyak-banyak sebagai penutup kelemahan di cabang olahraga terukur, terutama renang.
Dugaan tersebut setidaknya sudah terbukti di cabang sepatu roda karena Indonesia langsung melakukan aksi sapu bersih delapan medali emas pada dua hari pertandingan. Perolehan tersebut diperkirakan akan semakin bertambah karena masih ada empat lagi medali yang akan diperebutkan pada pertandingan hari terakhir, Senin (14/11).
Selama tidak ada pembatasan jumlah cabang olahraga yang mengacu kepada cabang di Olimpiade, akal-akalan tuan rumah untuk menjadi pengumpulkan medali terbanyak akan terus terjadi. Akibatnya, pesta olahraga tersebut hanya sekedar ajang adu prestise, bukan prestasi.
(A032)
Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011