Jangan sampai kembali terjadi bencana
Pandeglang (ANTARA) - Mbah Asri seorang nenek berusia 95 tahun di Desa Muruy Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten kini menjaga dan merawat makam korban letusan Gunung Krakatau tahun 1883 yang kala itu mengakibatkan terjadi gelombang tsunami.

Bencana letusan Gunung Krakatau pada masa itu telah menimbulkan korban jiwa sekitar 36 ribu warga pesisir Pantai Banten dan Lampung.

Gelombang pengungsi pascabencana letusan Gunung Krakatau itu untuk wilayah pantai Carita dan Labuan tersebar di Kecamatan Menes dan Kecamatan Jiput, karena lokasinya tidak begitu berjauhan.

Ribuan pengungsi itu mereka kondisinya mengalami luka-luka, sakit hingga kerawanan pangan.

Bencana dahsyat letusan Gunung Krakatau hingga abu vulkaniknya sampai ke Benua Eropa.

Bencana Gunung Krakatau itu juga menyebabkan banyak korban meninggal dunia di lokasi pengungsian di Desa Muruy Kecamatan Menes yang menjadi bukti sejarah.

Kawasan pemakaman korban letusan Gunung Krakatau hingga kini masih utuh yang ditandai dengan bebatuan.

Diperkirakan pengungsi korban Gunung Krakatau di Desa Muruy puluhan orang meninggal dan kebanyakan warga Caringin, Labuan.

Pemakaman korban letusan Gunung Krakatau sudah jarang bahkan tidak pernah lagi dikunjungi sanak keluarganya untuk berziarah baik saat Ramadhan maupun menjelang Idul Fitri.

"Kami setiap hari membersihkan dan merawat makam korban Gunung Krakatau dengan menyapu, " kata Mbah Asri di Pandeglang, Selasa.

Mbah Asri warga asli Muruy mengurus dan merawat makam seluas 1.000 meter persegi itu kebanyakan korban Gunung Krakatau juga sebagian lainnya warga setempat.

Merawat dan menjaga pemakaman itu dengan ikhlas tanpa imbalan, karena merupakan bagian sejarah.

"Letusan Gunung Krakatau cukup dahsyat dan jangan sampai kembali terjadi bencana," katanya.

Masyarakat setempat tidak mengharapkan bencana tsunami di sekitar pantai Carita, Labuan, Panimbang hingga Sumur yang terjadi pada 2018 longsoran Gunung Anak Krakatau cukup terakhir.

"Kami berharap saat ini status Gunung Anak Krakatau Siaga Level III tidak menimbulkan bencana, " katanya menjelaskan.


Baca juga: Aktivitas kegempaan meningkat, nelayan jangan mendekat Anak Krakatau

Baca juga: BMKG imbau pengelola usaha-pemda siaga setelah Anak Krakatau Level 3

Masjid tertua

Ketua Dewan Kemakmuran Masjid ( DKM) Masjid Adzikri Muruy Kabupaten Pandeglang H Muhammad Ilyas mengatakan di dekat lokasi pengungsian korban Gunung Krakatau di Kampung Muruy telah dibangun Masjid Adzikri Muruy oleh Syech Asnawi seorang ulama kharismatik di Banten.

Syech Asnawi juga sebagai pengungsi yang terdampak bencana Gunung Krakatau.

Pembangunan Masjid Adzikri itu dibangun sekitar tahun 1890 atau tujuh tahun setelah Gunung Krakatau meletus.

Masjid yang berusia satu abad lebih itu kini tetap masih utuh dan kokoh, bahkan pemugaran bagian depan dan ruangan, termasuk toilet pada tahun 2005 dan 2007.

Kondisi masjid Adzikri Muruy tertua di Banten juga empat tiang kayu penyangga bagian tengah masih utuh tanpa keropos.

Saat itu, kata dia, Kampung Muruy dijadikan tempat lokasi pengungsian bagi warga pesisir pantai barat Provinsi Banten yang terdampak bencana Gunung Krakatau.

Selama tinggal di lokasi pengungsian Syech Asnawi membangun masjid hingga menikah dengan penduduk setempat.

"Warga tetap melestarikannya," katanya menjelaskan.

Menurut dia, masjid Adzikri Muruy pernah dimasuki pasukan Belanda pada agresi kedua tahun 1948.

Pasuka Belanda itu mengumpulkan warga dan tokoh setempat di masjid untuk berdialog, namun hanya dihadiri beberapa orang saja.

Beruntung, pasukan Belanda yang dilengkapi senjata tidak melakukan kekerasan hingga penembakan.

Saat Ramadhan Masjid Adzikri Muruy seluas 400 meter persegi dengan daya tampung 350 orang menggelar pengajian tadarusan Al Quran, dakwah, Shalat Tarawih dan diskusi keagamaan.


Kegiatan agama selama Ramadhan di masjid itu cukup penuh sejak buka puasa hingga usai Shalat Subuh.

"Kami sudah mengagendakan setiap Ramadhan menggelar kegiatan keagamaan," katanya menjelaskan.

Siaga
Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pandeglang Lilis Sulistiyati mengatakan pihaknya kini siap siaga untuk mengantisipasi erupsi Gunung Anak Krakatau di Perairan Selat Sunda guna mengurangi risiko kebencanaan.

Saat ini, kata dia, aktivitas Gunung Anak Krakatau menunjukkan peningkatan signifikan sehingga statusnya dinaikkan dari Waspada Level III menjadi Siaga Level II pada 24 April 2022.

Dengan kenaikan status tersebut, nelayan dan warga agar tidak mendekat kawasan Gunung Anak Krakatau karena mengeluarkan lava pijar.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga telah menyampaikan perubahan zona aman menjadi radius lima kilometer dari sebelumnya dua kilometer (km).

"Kami terus selalu menggalakkan siap siaga selama 24 jam juga memonitor informasi dari BMKG dan PVMBG untuk mengetahui perkembangan peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau, " kata Lilis.

Menurut dia, selama ini, pesisir pantai Pandeglang berhadapan langsung dengan Gunung Anak Krakatau.

Jika terjadi letusan dipastikan menimpa warga Carita, Labuan, Panimbang dan Sumur.

Pengalaman itu, kata dia, terjadi pada letusan Gunung Krakatau tahun 1883 dan tsunami pada 2018 hingga mengakibatkan korban jiwa dan ribuan warga mengungsi.

"Kami berharap dengan siap siaga dapat meminimalisasi korban jiwa, " katanya.


Baca juga: Masjid Al Khusaeni Pantai Carita Banten mendunia

Baca juga: Masjid Adzikri Muruy Menes kini berusia satu abad lebih

Relatif normal


Kondisi kehidupan masyarakat di pesisir Pantai Pandeglang, Provinsi Banten hingga kini relatif normal dan tidak terpengaruh erupsi Anak Gunung Krakatau di Perairan Selat Sunda dengan ketinggian 2.000 meter.

"Kami seperti biasa berjualan ikan di TPI Teluk Labuan dan terpengaruh adanya letusan Anak Krakatau, " kata Edi, seorang warga Labuan Kabupaten Pandeglang.

Begitu juga Nasirudin, seorang penunggu vila di Pantai Carita mengaku dirinya hingga saat ini tetap membuka kegiatan usaha penginapan dan tidak terpengaruh adanya letusan Anak Krakatau.

"Kami mendengar sejak sepekan Anak Krakatau erupsi, namun seperti biasa saja, " katanya menjelaskan.


Kepala Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau (GAK) Pasauran Serang, Deni Mardiono menyatakan nelayan dan wisatawan dilarang mendekat kawasan Gunung Anak Krakatau di Perairan Selat Sunda guna menghindari terkena bebatuan lava pijar.

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bandung menaikkan status Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III) terhitung sejak tanggal 24 April 2022, pukul 18.00 WIB.

Selama ini, aktivitas GAK terjadi peningkatan cukup signifikan, sehingga menjadi Siaga dengan radius 5 kilometer dari sebelumnya 2 kilometer.


"Saya kira dengan status Siaga direkomendasikan nelayan dan wisatawan zona aman radius 5 kilometer dari kawah aktif GAK," ujarnya menjelaskan.

Saat ini, kata dia, GAK dalam periode erupsi yang sebelumnya dominan abu berubah menjadi tipe strombolian dengan menghasilkan lontaran lava pijar pada 17 April 2022. Pada tanggal 23 April 2022 sekitar pukul 12.19 WIB teramati lava mengalir dan masuk ke laut.

Karena itu, aktivitas kegempaan GAK selama 1-24 April 2022 dengan gempa letusan, hembusan, tremor harmonik, low frequency, vulkanik dangkal, vulkanik dalam, serta tremor menerus.

Gempa tektonik dan tektonik lokal sempat terekam peralatan pemantau gunung tersebut, salah satunya merekam terjadinya gempa terasa dengan kekuatan I MMI.

"Kami minta warga pesisir pantai tetap tenang dan waspada," katanya.

Berdasarkan pemantauan visual terhadap GAK hembusan asap dari kawah berwarna putih dengan intensitas tipis hingga tebal.

Tinggi kolom embusan bervariasi antara 25-3000 meter dari puncak GAK, namun teramati letusan dengan tinggi antara 50-2000 meter.

Letusan GAK mengeluarkan abu letusan berwarna putih, kelabu, hingga kehitaman yang dominan mengarah ke wilayah Sumur, Panimbang dan Ujung Kulon mengikuti arah angin.

Badan Geologi memetakan seluruh tubuh GAK yang berdiameter lebih kurang 2 kilometer masuk dalam kawasan rawan bencana.

"Saya kira potensi bahaya dari aktivitas GAK itu lontaran material pijar hingga radius 2 kilometer dari pusat erupsi dan bisa menjangkau jarak yang lebih jauh," katanya.

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022