jangan sampai MHA di Kaltim terus termarjinalkanSamarinda (ANTARA) - Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Kalimantan Timur (DPMPD Kaltim) menilai, penetapan Ibu Kota Negara menjadi momentum untuk membuka isolasi Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang selama ini terisolir.
“Kaltim hanya memiliki dua MHA yang keduanya masih terisolir, sehingga pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ini menjadi momentum tepat untuk membuka keterisolasian MHA,” ujar Kepala DPMPD Provinsi Kaltim M Syiradjudin dalam rilisnya di Samarinda, Senin.
Dua MHA di Kaltim ini berada di Kabupaten Paser, yakni MHA Muluy di Desa Swan Slutung, Kecamatan Muara Komam, kemudian MHA Paring Sumpit di Desa Muara Andeh, Kecamatan Muara Samu.
Akses menuju kedua MHA tersebut masih sulit karena terisolir, sehingga diharapkan pemerintah pusat, provinsi, dan Pemkab Paser dapat membuka keterisoliran tersebut dalam momentum pindahnya IKN ini.
Baca juga: Kepala BIN sebut kearifan lokal mulai menggeliat sambut IKN
Baca juga: Adat Dayak Paser berharap IKN tidak matikan adat dan budaya di Kaltim
Ia menjelaskan, untuk masuk MHA Muluy sangat sulit, yakni dari Jalan Trans Kaltim-Kalsel menuju Desa Swan Slutung dengan jarak sekitar 40 km, dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam menggunakan roda empat karena kondisi jalan yang rusak.
Sedangkan dari Desa Swan Slutung ke pemukiman MHA Muluy yang jaraknya sekitar 20 km, dibutuhkan waktu sekitar 1 jam menggunakan sepeda motor, dengan kondisi jalan yang juga rusak, disertai harus naik turun perbukitan dalam hutan.
“Harapan kami, jangan sampai MHA di Kaltim terus termarjinalkan. Keberadaan MHA kami harapkan dapat memberi warna dalam pembangunan karena sejak dulu hingga kini mereka konsisten menjaga hutan adat Kaltim, selaras dengan julukan Kalimantan sebagai paru-paru dunia," ujar Iyad, panggilan akrabnya.
Ia optimis jika kedua MHA tersebut diperdayakan, maka akan mampu memberikan peran penting sekaligus kontribusi besar di bidang pembangunan, paling tidak pembangunan bidang kehutanan dalam kaitan penjualan karbon.
Iyad juga mengatakan bahwa saat ini ada tiga calon MHA yang disiapkan menjadi MHA, yakni MHA Lusan dan MHA Rangan di Kabupaten Paser, kemudian MHA Kutai Adat Lawas di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Baca juga: Menkominfo: Pembangunan IKN terapkan tiga pendekatan kesetaraan akses
Ia menjelaskan, untuk masuk MHA Muluy sangat sulit, yakni dari Jalan Trans Kaltim-Kalsel menuju Desa Swan Slutung dengan jarak sekitar 40 km, dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam menggunakan roda empat karena kondisi jalan yang rusak.
Sedangkan dari Desa Swan Slutung ke pemukiman MHA Muluy yang jaraknya sekitar 20 km, dibutuhkan waktu sekitar 1 jam menggunakan sepeda motor, dengan kondisi jalan yang juga rusak, disertai harus naik turun perbukitan dalam hutan.
“Harapan kami, jangan sampai MHA di Kaltim terus termarjinalkan. Keberadaan MHA kami harapkan dapat memberi warna dalam pembangunan karena sejak dulu hingga kini mereka konsisten menjaga hutan adat Kaltim, selaras dengan julukan Kalimantan sebagai paru-paru dunia," ujar Iyad, panggilan akrabnya.
Ia optimis jika kedua MHA tersebut diperdayakan, maka akan mampu memberikan peran penting sekaligus kontribusi besar di bidang pembangunan, paling tidak pembangunan bidang kehutanan dalam kaitan penjualan karbon.
Iyad juga mengatakan bahwa saat ini ada tiga calon MHA yang disiapkan menjadi MHA, yakni MHA Lusan dan MHA Rangan di Kabupaten Paser, kemudian MHA Kutai Adat Lawas di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Baca juga: Menkominfo: Pembangunan IKN terapkan tiga pendekatan kesetaraan akses
Baca juga: Kemenkeu: Indikasi alokasi dana IKN di tahun 2023 capai Rp30 triliun
Baca juga: Wakil Ketua MPR optimis pembangun IKN terwujud pada 2024
Pewarta: M.Ghofar
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022